News

Tersangka Suap Jual Beli Jabatan, Bupati Bangkalan Langsung Ditahan KPK

Usai diperiksa di Polda Jawa Timur, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron langsung menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Featured-Image
KPK menjelaskan duduk perkara kasus suap yang dilakukan Bupati Bangkalan, Kamis (8/12) dini hari. Foto: Detik

bakabar.com, JAKARTA - Usai diperiksa di Polda Jawa Timur, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron langsung menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penahanan dilakukan setelah KPK memiliki bukti yang cukup. Juga terdapat sejumlah kekhawatiran tersangka melalukan hal yang menghambat penyidikan, sehingga harus ditangkap.

"Ketika melakukan penahanan, tentu kami sudah memiliki cukup bukti. Dalam Pasal 21 disebutkan tentang alasan penahanan harus dilakukan," papar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers, Kamis (8/12).

Selain Abdul Latif Amin Imron, KPK juga menetapkan 6 tersangka lain yang juga telah ditahan, "Terkait dengan kepentingan penyidikan, semua tersangka ditahan selama 20 hari kedepan," tambah Firli.

Mereka yang ikut ditahan adalah Agus Eka Leandy (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur), dan Wildan Yulianto (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang).

Kemudian Achmad Mustaqim (Kepala Dinas Ketahanan Pangan), Hosin Jamili (Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa), serta Salman Hidayat (Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja).

Abdul Latif sendiri diduga menerima uang suap total hingga Rp5,3 miliar. Kasus ini berlangsung dalam periode 2019 hingga 2022, ketika Latif membuka seleksi ASN di tingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).

Melalui orang kepercayaan, Latif meminta komitmen fee kepada setiap ASN yang ingin dinyatakan lulus. Total 5 orang yang setuju memberikan uang dan semuanya telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang adalah tersangka AEL, WY, AM, HJ dan SH," jelas Firli.

Besaran uang yang diterima Latif bervariasi sesuai posisi jabatan. Latif diduga menerima komitmen fee berkisar Rp50 juta sampai Rp150 juta secara tunai.

Latif juga diduga menerima sejumlah uang dari pengaturan proyek di Pemkab Bangkalan sekitar Rp5,3 miliar. Ini merupakan total komitmen fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.

"Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi. Salah satunya untuk melakukan survei elektabilitas. Tersangka utama juga diduga menerima pemberian lain dalam bentuk gratifikasi," pungkas Firli.

KPK menjerat AEL, WY, AM,HJ, dan SH sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun Abdul Latif melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Editor


Komentar
Banner
Banner