bakabar.com, JAKARTA – Sebanyak 6.011 masalah bernilai Rp31,34 triliun ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan keuangan pemerintah pusat.
Temuan tersebut dicantumkan dalam Ikhtisar Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021 yang disampaikan kepada DPR, Selasa (24/5).
Dari ribuan masalah, sebagian besar atau 53 persen berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Nilai kerugian dari masalah ini mencapai Rp1,64 triliun.
Kemudian 29 persen masalah berkaitan dengan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp29,7 triliun. Sisanya 18 persen masalah mengenai kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI).
“Akibat permasalahan tersebut, penyetoran uang dan atau penyerahan aset baru sebesar 0,6 persen atau Rp194,53 miliar selama proses pemeriksaan tindak lanjut entitas,” papar Ketua BPK, Isma Yatun, seperti dilansir CNN, Rabu (25/5).
Seluruh temuan didapat dari 535 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari tiga LHP keuangan, 317 LHP kinerja, dan 215 LHP dengan tujuan tertentu.
Selain berasal dari LHP, BPK juga menemukan masalah Program Kartu Prakerja, setelah melakukan pemeriksaan prioritas nasional.
Diketahui bahwa Program Kartu Prakerja kepada 119.494 peserta senilai Rp289,85 miliar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu tidak tepat sasaran.
“Penyebabnya banyak penerima Program Kartu Prakerja adalah pekerja bergaji di atas Rp3,5 juta per bulan,” tegas Isma Yatun.
Kemudian BPK juga menemukan masalah dalam distribusi vaksin Covid-19. Hal ini disebabkan sarana dan prasarana vaksin belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan yang sesuai kondisi terkini, serta kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
BPK juga menemukan persoalan dalam pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan biaya operasional 2020 dan 2021 kepada Badan Pengelola Tapera maupun instansi terkait lainnya.
Dalam catatan BPK, sebanyak 124.960 peserta belum menerima pengembalian sebesar Rp567,4 miliar. Juga terdapat peserta pensiun ganda sebanyak 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.
“Hal tersebut mengakibatkan pensiunan PNS/ahli waris tidak dapat memanfaatkan pengembalian tabungan yang menjadi hak sebesar Rp567,4 miliar. Juga terdapat potensi pengembalian lebih dari satu kali kepada 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar,” tulis laporan BPK.
BPK lantas merekomendasikan Komisioner BP Tapera untuk melakukan kerjasama pemutakhiran data PNS aktif dan tidak aktif dengan instansi terkait.
Selanjutnya mereka harus mengembalikan tabungan peserta yang sudah meninggal dan pensiun, serta melakukan koreksi saldo peserta ganda, kemudian mendistribusikan nilai hasil koreksi kepada peserta lain sesuai ketentuan.