bakabar.com, JAKARTA – Polri telah menggelar sidang etik terhadap Kompol Chuk Putranto, tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang didalangi Irjen Ferdy Sambo.
Sidang Komisi Kode Etik Polri yang digelar pada Kamis (1/9), menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan kepada Kompol Chuk Putranto.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan ada dua sanksi yang dijatuhkan terhadap Chuk. Sanksi pertama ialah sanksi etika dan kedua ialah sanksi administrasi.
“Sanksi administrasi penempatan di tempat khusus selama 24 hari, dari 5 sampai 29 Agustus 2022,” ucap Irjen Dedi, dilansir dari Detikcom, Jumat (2/9).
“Kedua, pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” sambungnya.
Sanksi penempatan di tempat khusus telah dijalani Chuk. Selain itu, Irjen Dedi menyebut Chuk menyatakan banding atas putusan sidang etik yang digelar pada Kamis (1/9) tersebut.
Irjen Dedi menekankan, sanksi tegas tanpa pandang bulu ini diberikan oleh komisi sidang etik sebagaimana dengan komitmen sejak awal yang telah diinstruksikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk mengusut tuntas berbagai bentuk pelanggaran baik pidana maupun kode etik.
“Pimpinan Polri dalam hal ini Pak Kapolri sejak awal telah berkomitmen untuk menindak tegas anggota yang terlibat Obstruction of Justice baik secara etik maupun pidana,” ujar Irjen Dedi dikutip dari Sindonews.com.
Irjen Dedi memaparkan, dalam kasus Obstruction of Justice atau merintangi penyidikan ini, Kompol Chuk Putranto ketika menjabat sebagai PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divpropam Polri telah melakukan permufakatan pelanggaran KEPP dan pidana.
“Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan serta menghilangkan barang bukti, dengan cara menyuruh Kompol BW untuk mengcopy di flashdisk dan menghapus tiga unit DVR CCTV yang merupakan bukti petunjuk dari penanganan perkara tindak pidana, dengan tujuan tidak ada bukti terkait meninggalnya Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga,” ucap Irjen Dedi.
Kemudian Kompol Chuk Putranto juga dianggap tidak melakukan upaya pencegahan pada saat AKBP AR melakukan perusakan terhadap barang bukti tersebut.
“Sehingga akibat perbuatan tersebut menjadikan proses penyidikan pidana yang ditangani Bareskrim mengalami kendala karena barang bukti petunjuk berupa tiga unit DVR CCTV telah rusak,” tutur Irjen Dedi.