bakabar.com, BANJARMASIN – Tutup bulan tinggal menghitung hari. Resesi ekonomi sudah di depan mata. Lantas apa saja yang perlu dipersiapkan?
Kementerian Keuangan mengingatkan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 akan minus 1,1 persen hingga 2,9 persen.
Pertumbuhan ekonomi tanah air di akhir tahun diprediksi minus 1,7-0,6 persen, karena pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada sektor ekonomi, namun kelesuan ekonomi Indonesia diperkirakan tak separah negara lain.
Kasus positif Covid-19 Indonesia terkonfirmasi perdana, pertengahan Maret silam. Sejak itu, Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro bilang ekonomi kuartal I melambat signifikan ke level 2,97 persen.
“Proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III diprakirakan masih akan berada pada teritori negatif, namun dengan arah membaik dibandingkan kuartal II 2020,” kata Andry, seperti dilansir Detik.com dari sebuah diskusi virtual, Jumat (25/9).
Resesi ekonomi juga dirasakan oleh banyak negara-negara dunia, kecuali Vietnam dan Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi mereka masih terbilang positif.
“Sejalan dengan dinamika ekonomi global,” ujarnya.
Namun demikian, resesi yang dialami oleh Indonesia diperkirakan takkan sedalam negara-negara seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, maupun negara-negara maju di Kawasan Eropa dan AS
Pertumbuhan ekonomi sektoral Kuartal III dan IV dibayangi risiko dampak penerapan PSBB wilayah DKI Jakarta, sejak tanggal 14 September, dan risiko peningkatan kasus Covid-19.
Analisis Bank Mandiri, pertumbuhan full-year ekonomi Indonesia pada 2020 berada pada kisaran -1% sampai dengan -2%.
Pemulihan ekonomi Indonesia masih akan bergantung pada sektor-sektor jasa-jasa seperti, perdagangan, transportasi, hotel, restoran, dan jasa-jasa perusahaan. Termasuk sektor industri pengolahan yang bergantung perbaikan daya beli dan keyakinan masyarakat membelanjakan uangnya.
Perekonomian Indonesia diperkirakan memasuki masa pemulihan di 2021 asalkan kurva kasus Covid-19 menunjukkan perlambatan, dan prospek produksi vaksin Tiongkok. Saat itu, Andry memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 4,4 persen.
Resesi ekonomi sudah di depan mata, lantas apa yang perlu dilakukan?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, dilansir dari Detik Finance, menilai masyarakat kurang tepat jika menahan konsumsi.
“Menahan konsumsi justru membuat pemulihan ekonomi Indonesia semakin berat,” ujarnya.
Pasalnya, konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung dari produk domestik bruto atau PDB Indonesia.
“Indonesia basisnya konsumsi, 58% terhadap PDB. Ya situasi begini kan tidak bisa berharap bahwa ekspor-impor dan investasi normal, ya jalannya konsumsi harus dipertahankan,” tutur Tauhid.
Sementara Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan agar masyarakat tidak panik atau bahkan depresi.
“Jangan panik, justru itu bisa memperdalam krisisnya,” pungkas Faisal.
Hal senada juga diungkap oleh Ekonom INDEF, Dradjad Wibowo. Menurutnya, Indonesia akan lolos dari resesi jika meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Editor: Fariz Fadhillah