bakabar.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut penyebab inflasi di Indonesia, salah satunya karena masyarakat yang lebih memilih sistem kerja daring atau Work Form Home (WFH).
Sistem kerja daring merupakan inovasi yang dikembangkan oleh banyak perusahaan pasca-pendemi Covid-19 di tahun 2020. Hal itu telah menimbulkan efek domino dalam kegiatan ekonomi.
Sistem kerja daring diungkap Sri Mulyani menjadi salah satu penyebab peningkatan inflasi ketika orang-orang merasa mampu hidup selama tiga tahun tanpa perlu ke luar rumah. Akibatnya, kegiatan ekonomi tidak berjalan.
"Ini menimbulkan sikap keengganan untuk kembali ke pasar tenaga kerja secara normal (di luar rumah)” ujarnya dalam kuliah umum yang disiarkan secara daring, Jumat (3/2).
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Kemenkeu Sempat Dikenal sebagai Sarang Korupsi
Sri Mulyani menyamakan masalah inflasi dengan situasi langka yang terjadi di Amerika. Pada tahun 2021, Pemerintah Amerika berhasil memulihkan perekonomian dalam negerinya setelah menggelar program vaksinasi Covid-19 secara masif.
Itu yang membuat pemerintah AS lebih percaya diri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, hal itu justru menimbulkan permasalahan baru, yakni terjadinya kelangkaan tenaga kerja.
"Banyak restoran yang buka tapi kekurangan pelayan. Begitu juga di sektor industri, banyak pabrik mengalami kekurangan pekerja," ungkapnya.
Sementara dari sisi komoditas, terjadi disrupsi dimana permintaan masyarakat tinggi, namun pemenuhan barang terbatas. Akibatnya harga-harga barang meningkat.
Baca Juga: Menkeu Pastikan Lawan Inflasi Tidak dengan Kenaikan Suku Bunga
“Inilah yang menimbulkan tahun 2022 lalu pemulihan ekonomi muncul komplikasi baru yaitu inflasi. Harga-harga naik karena demand-nya lebih cepat dari kemampuan supply-nya,” tutur Sri Mulyani.
Krisis ekonomi kemudian diperburuk dengan terjadinya perang fisik antara Ukraina - Rusia. Perang telah menyebabkan kenaikan harga komoditas energi dan pangan. Krisis ekonomi mengakibatkan komplikasi yang terjadi di seluruh negara, termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, pemerintah meningkatkan kewaspadaan, utamanya saat komplikasi penyebab krisis masih terus berlangsung hingga tahun ini.
“Komplikasi ini yang harus direspons. Pandeminya belum selesai, keseimbangan dan harmoni antara demand-supply tidak terjadi ditambah dengan masalah disrupsi tadi yang sangat besar,” tutupnya.