Stablitas Rupiah

Tekanan Inflasi Cukup Tinggi, KSSK: Nilai Tukar Rupiah Tetap Aman

Ketua Komite Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani menyoroti tekanan inflasi di negara-negara maju yang masih relatif tinggi.

Featured-Image
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua dari kiri), Gubernur Bank Indoenesia (BI) Perry Warjiyo (kedua dari kanan), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (1/8/2023). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Komite Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani menyoroti tekanan inflasi di negara-negara maju yang masih relatif tinggi.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkapkan nilai tukar rupiah tetap terkendali dan mampu mendukung stabilitas perekonomian.

"Nilai tukar Rupiah sampai dengan 28 Juli 2023 secara year to date tercatat menguat 3,13% ptp dari level akhir Desember 2022," kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (1/8).

Menurut Menkeu, nilai tukar rupiah ke depan diperkirakan akan menguat seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global. Sejauh ini, Rupiah dipastikan lebih kuat dibandingkan dengan apresiasi Peso Filipina (1,55%), Rupee India (0,57%), dan Baht Thailand (0,28%).

Hanya saja, tingginya inflasi, menurut Menkeu, dikarenakan pengaruh perekonomian global yang lebih dominan dan pasar tenaga kerja yang ketat. Hal itu akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara-negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).

Dari perkembangan tersebut, kata Sri Mulyani, aliran modal untuk negara berkembang akan terkena dampaknya. Akibatnya, aliran modal yang masuk ke Indonesia cenderung selektif.

"Aliran modal akan lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia," ujar Ketua KSSK.

Karena itu, tutur Sri Mulyani, Indonesia perlu melakukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global.

Sejauh ini, Menteri Keuangan telah memprakirakan nilai tukar rupiah akan menguat karena ditopang oleh indikator fundamental ekonomi yang kuat, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA).

“Persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menguat, tercermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I,” ujar Menkeu.

Hal lainnya, persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang juga menguat. Tecermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I, dari stabil menjadi positif, dengan level rating tetap terjaga pada BBB+ (2 notch di atas level terendah investment grade) pada 25 Juli 2023.

"Selain itu, penguatan ekonomi Indonesia juga didukung oleh permintaan domestik," tutupnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner