Diketahui di akhir 2017, Kalimantan Selatan pernah menempati peringkat teratas pernikahan dini di Indonesia. Data ini berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalsel.
Kemudian turun menjadi urutan keempat di akhir 2018, tapi kembali nomor satu di akhir 2019 dengan rataan 21,18 persen.
Berkat gerakan sosialisasi intensif sepanjang 2020, angka pernikahan dini turun menjadi 16,24 persen. Lalu turun lagi di akhir 2021 menjadi 15,30 persen.
Sementara hingga akhir 2022, angka perkawinan dini di Kalsel kembali mengalami penurunan hingga 10,53 persen.
Di sisi lain, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalsel terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Dilansir dari Sistem Informasi Online (Simfoni) Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, tercatat 668 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kalsel sepanjang 2022.
Banjarmasin menjadi penyumbang kasus terbanyak dengan 194 kasus. Disusul Banjarbaru dengan 67 kasus dan Batola 65 kasus.
Sementara hingga Agustus 2023, terjadi 297 kasus dengan 265 korban perempuan. Banjarmasin masih di posisi teratas dengan 67 kasus, disusul Banjarbaru 39 kasus.
Sedangkan Batola kembali menempati peringkat ketiga dengan 35 kasus, Tabalong 33 kasus, dan Hulu Sungai Tengah 29 kasus.
Dari 297 kasus tersebut, 206 di antaranya terjadi dalam rumah tangga dengan 225 korban perempuan. Sebagian besar berbentuk kekerasan psikis dengan 128 kasus, seksual 103 kasus dan fisik 71 kasus.