Negara Berkembang Asia

Tantangan Global, ADB: Hambat Pertumbuhan Negara Berkembang Asia

Ekonom Utama ADB Arief Ramayandi mengingatkan tantangan global berpotensi menghambat pertumbuhan negara berkembang di Asia, terutama pada tahun 2023.

Featured-Image
Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja sama Regional Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) Arief Ramayandi (kanan atas) dalam virtual webinar Asian Development Outlook April 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja sama Regional Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ ADB) Arief Ramayandi mengingatkan bahwa tantangan global berpotensi menghambat pertumbuhan negara berkembang di Asia, terutama pada tahun 2023.

Adapun ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang Asia akan mencapai 4,8 persen dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy) pada tahun 2023 dan 2024

"Kebijakan moneter kemungkinan akan tetap ketat di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) dan kawasan Euro yang akan mempengaruhi pertumbuhan negara-negara kawasan tersebut serta memiliki beberapa dampak limpahan ke Asia," ujar Arief dalam virtual webinar Asian Development Outlook April 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (4/4).

Namun, kata dia, dibukanya kembali perekonomian Tiongkok telah menghidupkan kembali aktivitas bisnis. Pembukaan kembali Negeri Panda dapat menghasilkan pemulihan konsumsi dalam negeri lebih kuat dari perkiraan, yang akan tetap memberikan dampak limpahan regional yang positif setidaknya melalui perdagangan dan pariwisata.

Baca Juga: Ekonomi Negara Berkembang Asia, ADB: Proyeksi Tumbuh 4,8 Persen di 2023

Arief menjelaskan, inflasi di negara maju akan mendorong bank sentral untuk lebih jauh mengambil sikap kebijakan yang lebih hawkish dan episode kondisi pengetatan likuiditas pun akan lebih lama terjadi di ekonomi global.

Sebagai implikasi dari tingkat suku bunga yang lebih tinggi, maka mengekspos kemampuan lebih lanjut dari tingkat utang yang tinggi. Stabilitas keuangan pun bisa mendapatkan risiko yang berasal dari berbagai sektor.

Selain pengetatan kebijakan di negara maju, dia menambahkan, invasi Rusia ke Ukraina juga menjadi tantangan lainnya yang dapat semakin meningkatkan dan memperbaharui tantangan energi dan ketahanan pangan yang tinggi, serta mengobarkan kembali tekanan inflasi.

"Harga energi, minyak, dan gas akan tetap tinggi karena sanksi Uni Eropa terhadap Rusia semakin diperketat pada bulan Desember 2022 dan Januari 2023," tuturnya.

Baca Juga: Pembiayaan Iklim ASEAN, Sri Mulyani: ADB dan Bank Dunia Siap Dukung

Ia melanjutkan, tantangan global lain juga menghantui prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang Asia, termasuk pematahan produksi global yang dapat mempengaruhi perdagangan, lapangan kerja, dan produktivitas.

Kemudian, akan ada pula beberapa tantangan yang muncul dari situasi cuaca ekstrim yang sering terjadi di dunia serta proses transisi ke kondisi nol bersih.

Editor
Komentar
Banner
Banner