bakabar.com, JAKARTA - Tantangan industri otomotif dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang terbilang atraktif.
Agaknya tak berlebihan untuk menyebut industri otomotif nasional tengah mengalami pertumbuhan yang menjanjikan.
Ini artinya industri otomotif nasional bisa dikatakan memiliki potensi masa depan gemilang yang diprediksi akan bergerak bertransformasi menuju era elektrifikasi.
Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier, pemerintah memahami untuk transformasi ke energi listrik banyak variabel yang harus diperhatikan.
"Variabel pertama adalah bagaimana kesiapan pemerintah. Pemerintah secara regulasi sudah siap untuk mengakselerasi kendaraan listrik berbasis baterai," ujarnya dalam talkshow bertajuk "Net Zero Carbon, Tantangan dan Peluang Akselerasi Pasar Otomotif Indonesia" di pameran IIMS, Jakarta, Senin (20/2).
Baca Juga: Touring Komunitas Otomotif Bantu Pulihkan Perekonomian Negara
Selanjutnya terkait kemampuan masyarakat dalam membeli mobil listrik yang masih rendah juga dianggap menjadi salah satu penghambat penetrasi EV di Indonesia.
"Masyarakat Indonesia 62 persen kemampuan belinya di angka Rp300 juta. Di sini sebenarnya kepintaran dari manufaktur untuk memberikan inovasi sehingga harga cost produksi bisa lebih murah," tukasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, berkaca dari berbagai negara, kesuksesan migrasi ke kendaraan listrik memang didukung oleh insentif dan subsidi.
"Tujuan dari insentif dan subsidi adalah untuk memperkecil gap (jarak) harga mobil ICE (berbahan bakar alami) dengan mobil listrik kendaraan listrik," jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini pemerintah tengah berupaya untuk membentuk ekosistemnya bagaimana cara agar kendaraan listrik khususnya mobil bisa diproduksi secara lokal untuk menggenjot TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) dan penggunaan komponen lokal supaya harganya bisa lebih terjangkau lagi.
"Salah satunya adalah baterai, ini juga terus didorong supaya bagaimana baterai bisa diproduksi di dalam negeri, battery pack-nya dan sebagainya. Pada akhirnya ini bisa menurunkan import yang berpengaruh pada harga jual nya," imbuhnya.
Baca Juga: IIMS 2023 Suguhkan 45 Merek Kendaraan dan Pegiat Industri Otomotif
Sementara itu, Hari Budianto selaku Sekjen Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi) sependapat dengan hal yang dipaparkan Taufiek terkait daya beli masyarakat.
"Saya sering mendapat pertanyaan kenapa Aisi belum mau ke elektrifikasi, ya karena daya beli masyarakatnya masih belum mampu," imbuhnya.
Di sepeda motor misalnya, dengan rata-rata penggunaannya yang jarak jauh sebagai sarana mobilitas baik formal maupun non formal, buat masyarakat yang paling masuk akal adalah yang bermesin pembakaran konvensional," lanjutnya.
Menurutnya hal itu menjadi salah satu alasan mengapa sepeda motor lebih populer di kalangan masyarakat Indonesia.
"Jika membahas soal Net Zero Emission, kita membicarakan dari efek dan konsekuensinya. Perjalanannya masih sangat panjang," pungkasnya.