Gejolak Harga Komoditas

Tahun Lalu, Komoditas Alami Gejolak Harga Luar Biasa

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa tahun lalu terjadi gejolak harga luar biasa dari berbagai komoditas

Featured-Image
Harga CPO naik. Foto: Tangkapan Layar YouTube Kemenkeu.

bakabar.com, JAKARTA– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa tahun lalu terjadi gejolak harga luar biasa dari berbagai komoditas.

“Seperti gas alam yang meningkat secara ekstrem, kemudian turun lagi pada akhir Desember 2022 sebesar 4,94 US$/MMBtu,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konfesensi pers Kemenkeu melalu daring, Selasa (3/1).

Menurut Sri Mulyani, gejolak harga ekstrem komoditas ini disebabkan faktor dissrupsi supply maupun kenaikan permintaan yang melonjak drastis. Selain itu ketidak pastian ekonomi akibat terjadinya perang Rusia-Ukraina menyebabkan hal itu.

Sementara itu, harga batu bara meningkat secara sangat signifikan dan belum menurun sampai dengan akhir Desember 2022. Harga batu bara sampai saat ini masih di atas 401 US$ per metrik ton.

Ia menjelaskan, harga minyak juga mengalami gejolak yang hampir sama dengan harga gas.  Pada pertengahan 2022, harga minyak melonjak tinggi sehingga mencapai di 126 US$ per barel brent.

"Namun mengalami penurunan (harga) seiring dengan banyaknya berita mengenai pelemahan ekonomi,” papar Sri Mulyani.

Sementara itu menurut Sri Mulyani, pemenuhan permintaan terhadap CPO melonjak cukup tinggi dari 1779 US$ per ton kemudian turun pada posisi 720,5 US$ per ton.  Saat ini harga CPO sedang naik ke angka 907,1 US$ per ton.

"Sedangkan gandum merupakan produksi bahan makanan yang terpengaruh oleh Geopolitik Ukraina-Rusia,” tutur Menkeu.

Menkeu mengatakan kenaikan komoditas ini juga mendorong kenaikan inflasi termasuk di Indonesia.

Naiknya harga komoditas yang tinggi membuat pemerintah terpaksa menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada September 2022. 

Sebagai informasi, dengan kenaikan komoditas yang mengalami volalitas tinggi akan mempunyai respons dengan kebijakan moneter, dari sisi kenaikan suku bunga, dan bahkan dari sisi likuiditas.

Hal inilah yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat secara sangat signifikan, dari sisi permintaan yang menyebabkan proyeksi pertumbuhan global direvisi ke bawah.

Editor


Komentar
Banner
Banner