bakabar.com, JAKARTA - Tujuh puluh tujuh tahun silam, tepat tertanggal 26 Oktober 1945, tentara Sekutu dengan mengatasnamakan CRAs Brigade – bagian dari Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) – menapaki kaki di Magelang.
Gabungan satuan infanteri militer Inggris tersebut, awalnya, berdalih hanya ditugaskan mengevakuasi tawanan perang yang bertahun-tahun disekap serdadu Jepang. Mereka merangsek lebih dalam ke tengah pulau Jawa, di mana lebih dari 10.000 tahanan yang mayoritas terdiri dari wanita dan anak-anak tengah menunggu.
Kedatangan mereka bermula sebulan sebelumnya, atau pada 19 September 1945, ketika tentara Sekutu melakukan pendaratan di Semarang. Pemerintah Indonesia yang diwakili Wongsonegoro selaku Gubernur Jawa Tengah dan pihak Sekutu yang diwakili Brigadir Jenderal Bethel membuat kesepakatan.
Dalam menjalankan tugasnya, pihak Sekutu bahkan mendapat bantuan makanan dari TKR. Namun, janji tinggal angan-angan semata; pasukan yang dipimpin oleh Brigadir Bethel itu malah menduduki Malang – yang kemudian menjadikan Semarang dan Ambarawa sebagai sasaran pula.
Laskar-laskar pemuda, juga TKR, yang tak terima dengan perlakuan militer Sekutu yang demikian lantas memboikot pengiriman makanan. Alhasil, pada 21 November 1945, pasukan tersebut terpaksa meninggalkan Magelang.
Namun, bukan berarti suasana setempat serta merta jadi tenang. Pasukan Sekutu mundur ke Ambarawa. Di sana, rakyat juga tak tinggal diam. Mereka mengepung Brigadir Bethell cs dari berbagai arah, tak terkecuali bagian selatan Ambarawa.
Salah satu pasukan pemukul dari arah selatan adalah Divisi V Kedu, yang dipimpin oleh Kolonel Soedirman. Sayang, pada 26 November 1945, salah satu bawahannya, Letnan Kolonel Isdiman, terbunuh.
Kematian Isdiman lantas membuat Soedirman turun langsung memimpin pasukan Indonesia untuk memukul mundur Sekutu. Pertempuran di sekitar Ambarawa itu seolah menjadi ujian bagi sang kolonel.
Palagan Ambarawa dan Strategi Panglima Besar
Betapa tidak, Pertempuran Ambarawa kala itu benar-benar mengerikan. Tembakan demi tembakan, setiap harinya, memekakkan telinga. Tiap jengkal tanah dipertahankan secara mati-matian oleh kedua belah pihak.
Soedirman yang melihat bahwa musuh harus diusir secepatnya lantas memberi titah kepada komandan-komandan sektor TKR. Serangan ke Ambarawa dari semua lini akhirnya benar-benar dilakukan pada 12 Desember.
"Siasat yang dipergunakan adalah pendadakan serentak di semua sektor pertempuran pada detik yang sama," demikian perintah Panglima Besar Soedirman. "Komando menembak pada jam 04.30," sambungnya.
Sang kolonel menyebutnya sebagai taktik 'Supit Urang' atau taktik mengunci dan mengurung lawan. Akibat serangan 'Supit Urang', pasukan Sekutu dibuat benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induk di Semarang yang disibukkan dengan aksi wingate atau infiltrasi para pemuda pejuang ke kantong-kantong kekuatan Belanda menjadi terputus.
Akhirnya, pada 15 Desember 1945, TKR yang cuma berbekal senjata seadanya, berhasil memukul mundur Sekutu ke Semarang. Tiga hari selepas memenangkan Pertempuran Ambarawa, tepatnya pada 18 Desember 1945, Soedirman pun diangkat menjadi Panglima Besar TKR.
Kemenangan itu diabadikan pula sebagai Hari Juang Kartika yang diperingati setiap 15 Desember. Sementara, untuk mengenang jasa-jasa pasukan infanteri yang bertugas, diperingatilah Hari Infanteri pada 19 Desember.
Pergeseran Hari Infanteri
Mulanya, tanggal 15 Desember dipilih sebagai Hari Lahir Infanteri dengan bersandar surat keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat Nomor KEP-40/1/1966 tertanggal 17 Januari 1966.
Hari Infanteri menjadi manifestasi semangat dan mental korps serta kesenjataan infanteri. Tujuannya, untuk selalu introspeksi dan retrospeksi guna menilai kekurangan-kekurangan pada waktu yang lampau.
Juga, demi memperbaiki keadaan atau kemajuan yang akan datang. Khususnya, dalam mengisi ciri-ciri khas sebagai unsur tempur yang paling depan dari pada TNI-AD.
Dalam tugasnya, Infanteri TNI-AD berpedoman pada kedudukan dan tugas pokoknya. Utamanya, dalam melakukan pertempuran jarak dekat, meliputi kegiatan: mencari, mendekati, menghancurkan/menawan musuh, merebut, menguasai dan mempertahankan medan. Termasuk menjalankan bidang operasi teritorial dan operasi intelijen.
Seiring berkembangnya zaman, infanteri juga dapat dibebani tugas-tugas dalam operasi keamanan dalam negeri. Seperti melakukan operasi tempur, teritorial, dan intelijen.
Dalam rangka operasi pertahanan, pimpinanan TNI selepas masa Perang Kemerdekaan melihat apabila tidak dipersiapkan dan diperlengkapi secara khusus, maka infanteri hanya mampu melaksanakan tugas-tugas pertempuran di darat. Dan hanya merupakan bagian dari satuan yang lebih besar.
Tugas-tugas yang dapat dibebankan pada infanteri dalam hubungan besar adalah operasi pertahanan, pemindahan prajurit ke zona belakang, dan operasi menyerang atau ofensif di darat. Juga, tugas-tugas yang dapat dibebankan pada infanteri, yang dapat dilaksanakan secara relatif berdiri sendiri, adalah dalam rangka operasi wilayah.
Sesuai dengan doktrin operasi TNI/AD, maka operasi infanteri meliputi: operasi tempur, regular, irregular, teritorial dan intelijen. Operasi tempur sendiri mencakup operasi reguler, di antaranya pemindahan pasukan, serangan, pertahanan, pemunduran, lintas udara, amfibi, dan operasi nuklir biologi, kimia atau nubika. Sementara, operasi ireguler lebih ke operasi wilayah, gerilya, dan lawan gerilya.
Dalam operasi teritorial, infanteri lebih diandalkan pada fisik taktis, meliputi tindakan operasional, pengendalian huru-hara, tindakan keamanan atau pertolongan imbas bencana alam, maupun tugas penjagaan pengawalan. Termasuk aktif di lingkup kemasyarakatan, utamanya dalam bidang ideologi atau agama, budaya, politik, ekonomi dan sosial militer.
Setelah disusun, diperlengkapi dan dilatih secara khusus, infanteri sebagai satuan belakangan juga dapat ditugaskan untuk melakukan operasi intelijen baik yang bersifat strategis maupun taktis. Antara lain, mengumpulkan keterangan secara tertutup dan terbuka untuk kepentingan strategis dan taktis. Termasuk melakukan infiltrasi, penyergapan, mengorganisasi perlawanan bersenjata di daerah yang dikuasai musuh.
Sejatinya, infanteri yang diandalkan dalam pertempuran untuk menghancurkan kekuatan musuh memiliki sejarah organisasi yang kenyal. “Kenyal dalam terminology militer berarti fleksibel. Sehingga memberi kemungkinan untuk bersifat adaptif serta mengandalkan perubahan-perubahan sesuai dengan tugas yang dibebankan, baik di dalam maupun di luar bidang tempur,” jelas Letda Caj Ivan Harish.