bakabar.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap strategi yang dilakukan oleh bank sentral ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak ekonomi global.
Strategi pertama adalah dengan tetap memastikan BI berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar.
“Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, khususnya dari kenaikan suku bunga The Fed dan ketidakpastian pasar keuangan global, BI tetap berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar,” kata Perry, di Jakarta, Senin (8/5).
Strategi berikutnya adalah melalui perluasan penerapan pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) dan terus menambah kecukupan cadangan devisa.
Baca Juga: Data Tenaga Kerja AS Lebih Kuat dari Ekspektasi, Rupiah Tak Berdaya
Perry menjelaskan nilai cadangan devisa saat ini sebesar 145,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Menurutnya, nilai tersebut lebih dari cukup untuk mengendalikan nilai tukar rupiah.
Perry melanjutkan, BI memandang stabilitas nilai rupiah merupakan hal penting untuk mengendalikan inflasi, terutama inflasi barang impor (imported inflation). Alasan tersebut yang membuat BI terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah.
Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI juga memperkuat kebijakan moneter melalui penguatan suku bunga dan operasi moneter.
Misalnya, BI telah menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2023. Sejak itu, BI terus mempertahankan nilai BI7DRR hingga April 2023.
Baca Juga: Setelah Bank Sentral AS Naikkan Suku Bunga, Rupiah Menguat
“Keputusan ini tetap konsisten dengan stance kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan,” ujar Perry.
Perry memaparkan BI yakin bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk mengarahkan inflasi inti terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen hingga akhir 2023.
Selain itu, BI7DRR 5,75 persen juga diyakini mampu membuat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke sasaran 3,0±1 persen lebih awal dari prakiraan sebelumnya.