Bisnis

Social Commerce Langgar Aturan, INDEF: Revisi Permendag 50 Tahun 2020

Peneliti Indef Nailul Huda menyampaikan pentingnya kebijakan baru mengenai social commerce.

Featured-Image
E commerce sebagai salah satu layanan digital. Foto: Shutterstock.

bakabar.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyampaikan pentingnya kebijakan baru mengenai social commerce. Kebijakan itu adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 50 Tahun 2020.

Menurutnya, aktivitas transaksi melalui social commerce, seperti TikTok Shop ternyata belum diatur di dalam Permendag tersebut.

"Karena social commerce bukan untuk transaksi perdagangan, ini mereka lepas dari Permendag nomor 50 tahun 2020," ungkap Huda, dalam diskusi Publik Project S TikTok yang dipantau secara virtual, Senin (24/7).

Huda menilai, Permendag tersebut seharusnya mampu mengatur tata kelola perdagangan melalui social commerce. Sementara sebagai pedoman berbelanja, mengandalkan interaksi media sosial.

Baca Juga: Social Commerce, INDEF: Sudah Ada Sejak 15 Tahun Lalu

Dalan Permendag itu, katanya, juga tidak diatur secara rinci mengenai barang impor. Hanya terkait pengutamaan barang lokal. Karena itu, perlu adanya restriksi terhadap barang impor yang saat ini beredar ke social commerce atau e-commerce. 

Selain itu, dengan adanya revisi, akan membuat level playing field yang sama. Yakni antara pelaku penjualan online baik itu produk lokal UMKM maupun produk impor. 

Terlebih, memberikan perlindungan bagi pelaku UMKM. Oleh sebab itu, Nailul berharap agar pemerintah perlu mencermati usulan revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 itu.

"Kita sama-sama ingin memberikan ekonomi digital yang inklusif. Artinya ekonomi digital itu dinikmati oleh banyak pihak, baik seller, konsumen maupun platform," tegasnya.

social commerce

Baca Juga: 'Social Commerce' Marak, Peneliti Berharap Pemberlakuan Regulasi Pajak

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce. Ia menilai Project Project S yang diluncurkan TikTok tersebut berpotensi mengancam UMKM lokal.

Kebijakan tersebut ia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

“Semua banyak. Tadi pak Presiden sudah sampaikan platform medsos soal bagaiamana perkuatannya, dan sebagainya itu saja,” ujarnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner