bakabar.com, BARABAI – Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Pemkab HST) angkat bicara soal tambang batu bara manual ilegal di Batu Harang, Desa Mangunang Seberang, Kecamatan Haruyan.
Di lokasi itu, memang tidak termasuk kawasan hutan lindung, namun masih berada di kawasan Pegunungan Meratus. Diperkirakan lokasi tambang manual ini, 50 meter jaraknya dengan konsesi PT Antang Gunung Meratus.
Lantas, begitu pemberitaan gempar soal tambang manual di kawasan Meratus HST, Pemkab HST merapatkan barisan. Kawasan Meratus HST merupakan benteng terakhir tidak dilegalkannya pertambangan di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Rapat terbatas antar pejabat berwenang soal pertambangan manual tanpa izin atau PETI itu digelar. Mereka bicara soal pengawasan dan penindakkan.
Asisten Pemerintahan dan Kesra, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP), Kasat Pol PP dan Camat Haruyan dipanggil Bupati HST, H Aulia Oktafiandi untuk merampungkan masalah itu.
Aulia dengan tegas mengatakan tak ada pembiaran soal pertambangan tanpa izin di sana. Pihaknya telah melakukan upaya-upaya sesuai dengan kapasitas dan kewenangan Pemkab HST.
“Upaya-upaya yang sudah dilakukan merupakan bukti nyata, komitmen Pemkab HST untuk tidak ada pertambangan batu bara. Jadi tidak ada pembiaran,” tegas Aulia, Selasa (9/8).
Ya, sejauh ini, Pemkab HST melalui DLHP telah melayangkan beberapa surat ke pihak terkait.
Pertama surat Pj Sekretaris Daerah (Sekda) HST Nomor 660/353/DLHP/2022 Tanggal 29 Juli 2022 perihal Permintaan Penindakan Aktivitas PETI Kepada Kapolres HST.
Selain itu, Pemkab HST juga mengajukan permohonan bantuan tindakan terhadap pelaku utama PETI batu bara itu ke pemerintah pusat.
Yakni dengan bersurat kepada Kepala Pusat PPE Kalimantan di Balikpapan dan Kepala Balai Penegakan Hukum Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Tak tanggung-tanggung, aspirasi masyarakat untuk menindak pelaku utama PETI batu bara di Desa Mangunang itu pun disampaikan ke Staf Ahli Presiden dan Presiden Republik Indonesia.
“Proses selanjutnya kami serahkan kepada pihak berwenang dan berwajib untuk menindak penambang dan tambang ilegal tersebut,” kata Aulia.
Kemudian surat Plt Kepala DLHP HST Nomor 660/352/DLHP/2022 Tanggal 1 Agustus 2022 perihal Adanya Kegiatan Penambangan Ilegal batu bara kepada Kepala DLH Kalsel.
DLHP HST juga menjalin berkolaborasi dengan aktivis penyelamat lingkungan hidup seperti Walhi. Hal itu dilakukan sebagai persiapan akan adanya "people power” untuk “social action".
Teranyar, Pemkab HST memanggil kepala desa atau pembakal yang melakukan upaya di luar kewenangannya. Sebab dia memberikan izin untuk pemakaian jalan umum agar dilalui kendaraan angkutan batu bara.
Padahal kewenangan itu ada pada Pemkab HST. “Pernyataan itu sudah dicabut oleh yang bersangkutan, yaitu pembakal di Desa Teluk Masjid," terang Aulia.
Sejauh ini Pemkab telah mengecek lokasi tambang ilegal dan memberikan teguran secara kepada pemilik lahan. Mereka menegaskan agar masyarakat dan pemilik lahan tidak menambang batu bara atau melakukan aktivitas PETI.
Pemkab HST juga memasang spanduk dan baliho di desa tersebut. Isinya tentang komitmen Pemkab HST menolak pertambangan di HST.
Keinginan wilayah HST agar tidak ada kegiatan penambangan batu bara dan perkebunan sawit pun turut disampaikan ke Staf Ahli Presiden dan Presiden Republik Indonesia.
“Pemkab HST tidak menoleransi segala bentuk eksploitasi pertambangan batu bara," pungkas Aulia.
Pemeriksaan Kepolisian HST
Tim jajaran busur panah Satreskrim Polres HST sudah menggeber penyelidikan. Sejumlah saksi diperiksa, dibantu tim dari Polsek Haruyan.
Baik para terduga penambang maupun pemilik lahan. “Belum selesai semuanya. Saking banyaknya masyarakat sekitar yang terlibat," kata Kapolres HST AKBP Sigit Hariyadi melalui Kasi Humas, AKP Soebagiyo, Sabtu (6/8) pagi.
Siapa dalangnya? Polisi lebih dulu merampungkan pemeriksaan saksi. Jika selesai barulah berlanjut ke gelar perkara, guna memastikan ada tidaknya perbuatan pidana.
Selain banyaknya jumlah masyarakat yang terlibat, pertimbangan lain kepolisian adalah barang bukti yang belum keluar dari areal pertambangan.
"Bayangkan jika sekampungan yang harus masuk (penjara, red)," kata Soebagiyo.
Temuan awal kepolisian, para penambang manual ini umumnya masyarakat awam. Awam terhadap aturan main penambangan.
"Apakah pelaku nantinya tetap saja melakukan penambangan Ilegal, walaupun sudah dilarang," kata Kasi Humas AKP Soebagiyo.
Polisi mengambil dua opsi mengenai kasus ini.Opsi pertama para pelaku pertambangan manual itu akan diberikan pembinaan dan penyuluhan.
Hal itu ditujukan jika para pelaku benar tidak paham dan mengerti soal aturan main menambang.
Opsi kedua barulah penindakan. "Jika aktivitas pertambangan ilegal secara manual tetap berlanjut, kasusnya akan ditingkatkan ke proses penyidikan,” tegas Soebagiyo.
Pantauan terbaru bakabar.com di lapangan, lokasi maupun tumpukan karung berisi batu bara belum juga dipasang garis polisi.
“Kecenderungannya ke arah penertiban dan pembinaan. Kalau sudah tidak bisa lagi (pembinaan), apa boleh buat (proses secara hukum-red)," terang Soebagiyo.
Lantas, ribuan karung berisi batu bara itu apakah akan disita?
"Belum mengarah ke sana. Sementara tetap di TKP," jawab Soebagiyo.
Satreskrim akan berkoordinasi dengan Pemkab HST. Pihaknya berjanji akan menuntaskan permasalahan itu.
“Supaya masyarakat awam tidak mudah terhasut dengan bujuk rayu menambang. Semoga mereka paham hal ini," tutup Soebagiyo.
Sebagai pengingat, kasus tambang manual secara ilegal ini terungkap bermula dari beredarnya foto-foto dan video sejumlah orang mengupas lahan dan menemukan ’emas hitam’ hanya dengan menggunakan cangkul.Ratusan bahkan mungkin ribuan karung diduga berisi batu bara berjejer rapi di jalan keluar kawasan hutan tersebut.
Jelas saja temuan ini diprotes para pegiat lingkungan dan belakangan Pemkab HST. Sebab, HST merupakan benteng terakhir Pegunungan Meratus di saat kabupaten tetangga sudah melegalkan aktivitas penambangan emas hitam.
Pada 29 Juli 2022, tim gabungan TNI-Polri dan Pemkab HST melakukan sidak. Benar saja, di lokasi yang pernah dibuka oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Karya Nata tanpa izin itu, didapati tumpukan karung berisi batu bara. Jumlahnya kurang lebih 2600 karung dengan berat perkarung 35 kilogram.
Para terduga penambang manual ini mengatasnamakan diri sebagai masyarakat. Mengaku diupah Rp10 ribu per karung.
Dilema Tambang Manual Meratus HST, Polisi: Banyak Sekali Masyarakat yang Terlibat