bakabar.com, JAKARTA - Permasalahan struktural dalam stunting tak bisa dilepaskan dari persoalan kemiskinan yang berhubungan erat dengan akses makanan sehat.
Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) Ririn Hajudiani mengatakan perspektif kepedulian perempuan jadi faktor mendasar mengapa kemiskinan mengancam tumbuh kembang anak.
Ia melihat sejauh ini perempuan tersubordinasi dalam tataran hidup masyarakat. Akibatnya akses atas informasi, kesehatan, pendidikan dan mandiri secara ekonomi hampir bisa dikatakan sulit tergapai.
"Apalagi pada masyarakat yang masih menggunakan kacamata patriarki, yang menganggap perempuan tidak mampu dalam menerima kesempatan," katanya kepada bakabar.com, Rabu (8/2).
Baca Juga: Angka Stunting DKI Jakarta Turun 14 Persen, Pj Heru Kebut Melalui Sosialisasi
Maka perlu adanya pendidikan feminis kritis untuk membuka peluang-peluang itu agar perempuan setara, dan bisa mandiri secara finansial.
Ia juga berpendapat perspektif kepedulian terhadap perempuan juga memampukan suatu keputusan turut mengakomodir kebutuhan yang tidak kasat mata dalam pandangan maskulin.
“Misalnya pemahaman anggaran keuangan keluarga yang lebih sensitif gender, itu mampu melihat kebutuhan khusus untuk kesehatan ibu hamil dan bayi,” ungkapnya.
“Isu ini penting untuk diakomodasi dalam dialog di tingkat desa atau kelompok miskin kota, tidak adanya perspektif perempuan dapat menyebabkan kasus stunting dan ibu hamil kekurangan gizi pada wilayah-wilayah tersebut,” terangnya.
Baca Juga: Pemprov DKI Lawan Stunting dengan Pengentasan Kemiskinan
Perlu ada kebijakan strategis untuk mengatasi kemiskinan, utamanya pada perempuan, agar tidak lagi ada anak yang lahir dengan stunting.
"Problem kemiskinan spiral begitu kuat berdampak pada pendidikan, kesehatan, dan berbagai kesulitan akses lainnya," tutur Ririn.
Sementara itu, angka stunting di Jakarta turun pada 2021 dari kategori medium menjadi rendah. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting Jakarta Utara tercatat paling tinggi di Ibu Kota, yakni 20,4% pada 2021. Diikuti Jakarta Pusat 19,7% dan posisi ketiga adalah Kepulauan Seribu sebesar 19,3%.