Polemik Tanah Polisi

Soal Sengkarut Lahan, Polda Metro Tepis Keterangan Bripka Madih

Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kombes Hengki Haryadi menepis keterangan anggota Provos Polsek Metro Jatinegara, Bripka Madih terkait kasus

Featured-Image
Dirkrimum Polda Metro Kombes Pol Hengki Haryadi dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (Foto: apahabar.com/Daffa)

bakabar.com, JAKARTA - Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kombes Hengki Haryadi menepis keterangan anggota Provos Polsek Metro Jatinegara, Bripka Madih terkait kasus sengkarut penyerobotan lahan. 

Ia menyebut orang tua Madih telah menjual 10 tahan tanah dan satu lahan yang dihibahkan kepada orang lain atas nama Boneng. Proses penjualan tanah terjadi medio 1979 hingga 1992.

"Kalau dari data kami, kami temukan 10 AJB (Akta Jual Beli) yang dijual oleh langsung orang tuanya pak Madih atas nama almarhum Tongek dicap jempol terhadap berbagai pihak. Sudah dijual sampai kurun waktu tahun 1979-1992," kata Hengki di Mapolda Metro Jaya, Senin (6/2).

Baca Juga: Kasus Kematian Hasya Masih Janggal Meski Polda Metro Gunakan Alat Modern

"Kemudian selanjutnya juga kami perlu jelaskan disini, ada satu surat menyatakan ada hibah tanah dari orangtua Bripka Madih ini atas nama almarhum Tongek kepada almarhum Boneng. Itu yang menyerahkan langsung Bripka Madih, ditandatangani oleh Bripka Madih dan di BAP Bripka Madih juga mengakui," tambahnya.

Lahan yang dihibahkan orang tua Madih seluas 1.600 meter persegi. Namun, tahun 2011 Madih menyangkal bahwa lahan yang sudah dihibahkan itu masih miliknya dan membuat laporan adanya penyerobotan lahan.

Baca Juga: Empat Pencuri Monitor Alat Berat di Proyek IKN Diringkus Polda Kaltim

Kendati begitu, polisi yang menyelidiki laporan tersebut pun sudah menemukan hasil bahwa pihak keluarga Madih menyetujui soal lahan hibah 1.600 meter persegi yang disebut sebagai penjualan tanah.

"Terkait LP (laporan polisi) pada tahun 2011, Pak Madih menyampaikan bahwa yang dituntut adalah tanah seluas 3.600 meter persegi, padahal LP pada tahun 2011 itu yang dipermasalahkan hanya 1.600 meter persegi," ujarnya.

"Yang kedua Pak Madih menganggap dari 3.600 meter ini tidak pernah dijual sama sekali. Hasil tadi musyawarah tadi, dari 3.600 meter tidak pernah dijual sama sekali padahal dalam laporan 2011 itu saksi yang notabene berasal dari keluarga Bripka Madih itu sudah mengakui ada penjualan penjualan itu," lanjut dia.

Sebelumnya, Bripka Madih meramaikan jagat media sosial lantaran sebuah video yang memperlihatkan dirinya melayangkan protes karena diminta uang sebesar Rp100 juta untuk menindaklanjuti laporannya.

Tak hanya uang ratusan juta rupiah, penyidik juga disebutkan meminta sebidang tanah seluas 1.000 meter. Adapun oknum polisi yang melakukan tindak pemerasan itu merupakan pensiunan anggota Polri, sejak tahun lalu.

"Kemudian penyidiknya yang disebutkan atas nama TG, merupakan purnawirawan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (3/2).

Merujuk pada pengakuan Bripka Madih, TG yang kala itu masih bertugas sebagai penyidik disebut menangani perkara yang dilaporkan pada tahun 2011 oleh Halimah, Ibu Madih. Dia dituding meminta jatah Rp100 juta.

"Yang bersangkutan sejak tahun 2022 pensiun pada Oktober 2022," sebutnya.

Trunoyudo mengatakan, penyidik akan melakukan konfrontasi terhadap Madih dan TG, sebab TG telah purnatugas dari institusi kepolisian. Di sisi lain, Trunoyudo juga menyebut pengusutan kasus yang dilaporkan orang tua Bripka Madih sampai saat ini masih berjalan. Belasan saksi telah dimintai keterangan.

"Jadi tidak benar kasus ini terhenti atau tidak dilakukan perkembangan, 16 saksi diperiksa, termasuk saksi pembeli dan juga satu terlapor dalam hal ini atas nama Mulih," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner