News

Soal Kehamilan Tidak Direncanakan, POGI: Edukasi Seksual Perlu Ditingkatkan

Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD) merupakan salah satu akar permasalahan stunting. Sebab dalam KTD kondisi kesehatan ibu dan janin kerap luput dari perhatian.

Featured-Image
Dinkes Kalsel berkomitmen turunkan angka stunting di 2023. Foto ilustrasi-IDX Channel

bakabar.com, JAKARTA - Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD) merupakan salah satu akar permasalahan stunting. Sebab dalam KTD kondisi kesehatan ibu dan janin kerap luput dari perhatian.

Ibu yang mengalami KTD cenderung enggan memeriksakan kondisi kehamilannya, sehingga menyumbang beberapa resiko kehamilan yang bisa berakibat fatal bagi ibu dan janin. 

Prof Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH, Sekretaris Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (PAKIAS) di Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI) menegatakan jika KTD tidak hanya terjadi pada perempuan muda saja. Angka yang lebih tinggi justru ditunjukkan pada beberapa pasangan suami istri yang memang tidak berencana untuk memiliki momongan. 

“Soal KTD itu jangan salah, beberapa kasus justru terjadi pada pasangan pasutri yang memang tidak berencana punya anak,” ujanya pada bakabar.com, Jumat (3/3). 

Baca Juga: Puluhan Anak Alami Gizi Buruk di Koja, Kelurahan Dorong Program Stunting

Ia mengungkap KTD juga sebagian besar terjadi pada pasangan muda. Untuk menanggulangi permasalahan ini, POGI gencar melakukan pendidikan seksual pada anak-anak dan remaja. 

“Pendidikan seksual dan kontrasepsi yang terus kita lakukan dan ini juga penting agar anak-anak kita tahu apa saja resiko berhubungan seks di luar pernikahan, karena bukan hanya KTD mereka juga bisa tertula Infeksi Menular Seks (IMS), bahkan bisa juga menyebabkan kemandulan,” turunya. 

Menurutnya pendidikan seks penting, bukan untuk melegalkan pergaulan bebas, namun agar generasi berikutnya teredukasi dengan baik, dan memahami resiko yang panjang dan berlanjut. 

Baca Juga: Tekan Stunting di DKI Jakarta, Pj Heru Minta Maksimalkan Monitoring Posyandu

Wanita yang akrab disapa Ovi menjelaskan mendukung sosialisasi kontrasepsi secara luas, agar potensi KTD juga berkurang. Ia berpendapat bahwa pendidikan hak kesehatan dan reproduksi (Kespro) di Indonesia masih kurang.

Sementara itu, angka KTD di DKI Jakarta masih tergolong tinggi. Berdasarkan data BKKBN persentase umur kehamilan pertama di bawah usia 20 tahun pada tahun 2020  tercatat 29,32%. 

Dinas Kesehatan DKI Jakarta, melalui Widiastuti menerangkan, jika sosialisasi pendidikan kesehatan reproduksi penting untuk cegah KTD.

“Sosialisasi kesehatan reproduksi masih kita lakukan ke sekolah-sekolah, termasuk juga mengedukasi tentang resiko dalam melakukan hubungan seksual,” terangnya.

Baca Juga: Gegara Marak Pernikahan Dini, Jember Jawara Kasus Stunting di Jatim

Namun, pengetahuan kesehatan reproduksi, seksualitas dan kontrasepsi masih jarang dijumpai. Hal ini juga tercermin dari rencana program kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta 2017-2022. Pada tujuh program yang digagas, tidak ada satupun program yang berfokus pada sosialisasi kesehatan reproduksi, seksualitas dan kontrasepsi pada anak dan remaja. 

Tujuh program Dinkes DKI hanya meliputi Program Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat dan upaya kesehatan perorang, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Urusan Kesehatan, Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Bidang Kesehatan, Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah, Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).

Editor


Komentar
Banner
Banner