bakabar.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintah mewajibkan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk membangun pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter konsentrat di Papua.
Menurut Bahlil, hal tersebut merupakan salah satu syarat dari pemerintah untuk memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Diketahui sebelumnya, syarat lainnya adalah memberikan 10 persen saham PTFI kepada perusahaan milik negara melalui induk holding BUMN tambang, Mind ID.
"Kita minta harus ada smelter satu di Papua. Kenapa? Itu menyangkut kedaulatan dan harga diri orang Papua juga, jangan kita ditipu-tipu terus," ujar Bahlil dalam jumpa media di Jakarta, Jumat (30/6).
Namun demikian, Bahlil belum bisa memastikan lokasi pasti dari pendirian smelter konsentrat tersebut. Ia pun menyebutkan beberapa daerah yang memungkinkan untuk pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan, seperti Fakfak, Papua Barat ataupun Timika, Papua Tengah.
Baca Juga: Jokowi Tinjau Smelter Freeport dan Pabrik Foil Tembaga di Gresik
Menurut Bahlil, hal ini akan ditentukan berdasarkan hasil studi kelayakan atau feasibility study (FS) yang saat ini masih dalam proses. "Nanti kita lihat FS-nya, FS-nya kan belum. Boleh di Timika, boleh di mana saja. Boleh di Fakfak. Tapi kita belum khususkan di mana," kata Bahlil.
PTFI mendapat perpanjangan IUPK dari pemerintah setelah 2041 dengan syarat pemberian saham 10 persen. Saat ini pemerintah Indonesia memilik saham PTFI sebanyak 51 persen. Apabila syarat tersebut dipenuhi, maka Indonesia akan memiliki saham sebanyak 61 persen.
Penambahan saham tersebut bertujuan agar eksplorasi emas dan tembaga di Indonesia bisa mencapai 100 persen pada 2052. Rencana perpanjangan kontrak ini pun, disebut masih dalam pembahasan.