Skandal Akuisisi Martapura FC

Skandal Akuisisi Martapura FC ke Dewa United Terbongkar

Proses akuisisi tim sepakbola Martapura FC ke Dewa United FC ternyata belum beres. Carut marut transfer kepemilikan diduga karena campur tangan orang ketiga.

Featured-Image
Kolase Skandal Akuisisi Martapura FC: Official Martapura FC dan Dewa United

bakabar.com, JAKARTA - Proses akuisisi tim sepakbola Martapura FC ke Dewa United FC ternyata belum juga beres. Carut marut transfer kepemilikan diduga tak lepas imbas campur tangan seorang anggota Komite Eksekutif atau Exco PSSI.

Menilik ke belakang, pemilik klub menjual Martapura FC setelah tim yang bermarkas di Stadion Demang Lehman Martapura itu didera masalah finansial.

Mengalami krisis keuangan, badai pandemi Covid-19 menambah runyam situasi di manajemen Martapura FC. Liga Indonesia dihentikan seluruhnya, termasuk Liga 2 tempat Martapura FC berkompetisi.

Padahal musim itu kompetisi sempat berjalan satu laga. Para pemain sudah dikontrak, beban operasional membengkak.

Baca Juga: Pengamat Sepakbola: PSSI Harus Segera Bentuk Tim Pencari Fakta Mafia Wasit

Manajemen akhirnya terpaksa mengambil langkah ekstrem dengan menjual klub kebanggaan warga Banjar tersebut. Laskar Sultan Adam dilego pada Februari 2021. Pembelinya Kevin Hardiman Cs melalui pihak ketiga.

"Manajemen Martapura FC bersedia diakuisisi karena harus memenuhi kewajiban atas beban dana operasional terutang yang sudah dikeluarkan untuk persiapan hingga sempat berlaga satu kali," cerita Ketua Martapura FC M Hilman.

Pihak ketiga dimaksud adalah Haruna Soemitro, seorang anggota Exco atau Komite Eksekutif PSSI 2019 - 2023 yang juga mantan manajer Madura United.

Nilai akuisisi yang disepakati mencapai Rp2,5 miliar. Namun pada prosesnya 75 persen pembayaran dilakukan di muka yaitu senilai Rp1,5 miliar.

"Dana transferan awal yang disampaikan orang ketiga digunakan menutupi beban pengeluaran klub tersebut," ungkap Hilman.

Baca Juga: Laporan Terkait Sponsor Rumah Judi di Liga 1 Diterima Bareskrim

Sampai kini sisa pembayaran tersebut belum juga dilunasi. Bahkan, belakangan terungkap, nilai akuisisi sebenarnya adalah Rp8,5 miliar antara Dewa United dan pihak ketiga.

Hilman pun tak mengelak saat ditanya soal Rp8,5 miliar tersebut. "Yang saya dengar infonya sekitar 8,5 miliar," tandas Hilman.

Hilman hanya bisa mendengar. Sebab, transaksi tanpa melibatkan dirinya. Selama transaksi terjadi, ia tidak bertemu langsung dengan pihak Dewa United.

bakabar.com sudah berkali-kali menghubungi Haruna. Kali terakhir, Haruna justru memblokir nomor Whatsapp jurnalis bakabar.com. Manajemen Dewa United juga tidak berkenan menjawab pertanyaan jurnalis bakabar.com.

Teranyar, beberapa kali sudah tim bakabar.com juga mencoba menanyakan masalah tersebut ke CEO Dewa United FC, Ardian Satya Negara namun belum mendapatkan respons.

Infografis skandal akuisisi Martapura FC. bakabar.com/Fahriadi Nur
Infografis skandal akuisisi Martapura FC. bakabar.com/Fahriadi Nur

Lantas, bolehkah seorang anggota exco PSSI terlibat dalam jual-beli sebuah klub?

Mengacu Pasal 40 Statuta PSSI 2019, selain bertugas mengambil keputusan terhadap segala sesuatu di luar Kongres PSSI, Exco PSSI memang memiliki sejumlah kewenangan.

Di antaranya mempersiapkan Kongres Biasa atau Kongres Luar Biasa. Exco juga memiliki kuasa lain. Misal, memutuskan soal perubahan nama, identitas, dan home base sebuah klub. Namun tidak dengan urusan jual-beli klub.

Baca Juga: Masih Berkeliaran di Liga 1, Sponsor Rumah Judi Dilaporkan ke Bareskrim

Jadi jelas, tugas Exco hanya sebagai pengesah klub yang di merger. Sekali lagi bukan sebagai perantara jual beli klub.

bakabar.com kemudian mengonfirmasi Wakil ketua Umum PSSI Ratu Tisha. Menurut Tisha boleh saja.

"Anggota Exco adalah representasi anggota [PSSI]," jelas Ratu Tisha kepada bakabar.com, Rabu (26/7).

Ditanya lebih jauh terkait keterlibatan Haruna, Tisha belum juga menanggapi.

Baca Juga: Menang 3-1, Bali United Berikan Dewa United Kekalahan Pertama

Pengamat sepak bola nasional Akmal Marhali tak kaget melihat fenomena seorang exco ikut cawe-cawe dalam transaksi klub. Baginya tak ubahnya seperti makelar.

"Ini hal yang sudah sering terjadi, pasti ada yang minta jatah dalam jual beli klub. Sebagai anggota Exco PSSI seharusnya tidak boleh ikut campur dalam urusan klub," ucap pria yang juga anggota tim investigasi pencari fakta Tragedi Kanjuruhan dihubungi bakabar.com.

Akmal kemudian meminta PSSI bertindak tegas terhadap pengurusnya yang 'bermain' dalam proses jual beli klub.

"Seharusnya PSSI terapkan kode etik untuk para anggotanya yang bermain di luar dari ranahnya. Tapi dari dulu sampai sekarang tidak ada ketegasan dari PSSI," lanjut Akmal.

Editor
Komentar
Banner
Banner