Kalteng

Sidang MK, Rahmadi Patahkan Dalil Pemohon Ben-Ujang

apahabar.com, PALANGKA RAYA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedua sengketa Pilkada Kalteng 2020, Rabu…

Featured-Image
Rahmadi G Lentham kuasa hukum paslon 02 H Sugianto Sabran dan H Edy Pratowo saat memberikan jawaban sidang di MK. Foto-ISTIMEWA

bakabar.com, PALANGKA RAYA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedua sengketa Pilkada Kalteng 2020, Rabu (3/2).

Dengan agenda mendengar jawaban termohon KPU, keterangan pihak terkait dan Bawaslu serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Anwar Usman, kuasa hukum paslon 02 Sugianto Sabran-Edy Pratowo, Rahmadi G Lentham mengklaim mampu memberikan jawaban-jawaban untuk mematahkan dalil pemohon Ben Brahim dan H Ujang Iskandar.

Menurut Rahmadi, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengadili perkara. Dengan alasan mencermati pokok permohonan pemohon sebanyak 16 item.

Dari indikasi manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) sampai tindakan intimidasi terhadap pemilih.

Hal ini telah ditegaskan bahwa MK semata-mata memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil.

Sedangkan persoalan-persoalan yang disampaikan oleh pemohon dalam dalil permohonan menjadi kewenangan atau lembaga lain.

Jika terjadi pelanggaran terhadap etika pihak penyelenggara, maka menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Apabila terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Demikian juga laporan jika terjadi pasca pemungutan suara, juga menjadi kewenangan Bawaslu untuk menindaklanjuti.

Jika terkait pelanggaran tindak pidana akan diteruskan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan seterusnya.

Mencermati permohonan pemohon, materi pemohonan walau secara eksplisit disebutkan perselisihan hasil.

Tetapi substansi di dalamnya, sama sekali bukan mengenai perselisihan perhitungannya perolehan suara yang ditetapkan termohon.

“Bisa dilihat di dalamnya tanpa ada penjelasan sama sekali bagaimana perhitungan yang benar menurut pemohon dan bagaimana perhitungan termohon yang dianggap salah. Sama sekali tidak dijelaskan,” ujarnya.

16 item bukti yang disampaikan pemohon, dalam eksepsi disebutkan ada 3 poin khusus untuk menangguhkan eksistensi pasal 158 UU Pilkada.

Pemohon memberikan contoh, Pilkada di Puncak Jaya, Kepulauan Yapen dan Mimika. Padahal tipologinya sangat berbeda di Kalimantan Tengah.

Sebab di Kalimantan Tengah, 13 kabupaten dan 1 kota, rekapitulasi lengkap. Berbeda yang terjadi seperti contoh yang disebutkan pemohon.

Di sana ada terjadi insubordinasi. Dari 26 distrik, hanya 20 distrik yang direkapitulasi, sedangkan 6 lainnya tidak dilakukan.

Sedangkan di Kalimantan Tengah tidak ada sama sekali tindakan
insubordinasi baik oleh penyelenggara maupun Bawaslu.

Selain itu tidak ada tindakan yang tidak melakukan rekapitulasi. Semua lengkap 13 kabupaten dan 1 kota.

Dari semua rekapitulasi, 11 kabupaten dan 1 kota, telah ditandatangani secara lengkap oleh masing-masing saksi paslon.

Hanya Kabupaten Barito Selatan dan Pulang Pisau serta rekapitulasi di tingkat provinsi saja tidak ditandatangani saksi paslon 01.

Dengan demikian, hemat kami, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pokok permohonan di luar dari persoalan perselisihan hasil Pilkada sesuai UU Pilkada



Komentar
Banner
Banner