bakabar.com, MAGELANG - Badeg adalah minuman tradisional yang terbuat dari nira bunga kelapa, atau dalam bahasa Jawa disebut dengan manggar. Minuman ini juga menjadi primadona wisatawan di Candi Borobudur.
Minuman tradisional dengan cita rasa manis bercampur sedikit asam itu rasanya menyegarkan. Sayangnya, keberadaan badeg di kawasan Borobudur mulai langka lantaran cara pembuatannya yang sulit dan bahan bakunya kian sedikit.
Seorang pembuat dan penjual badeg, Maryoto (59) mengatakan, membuat badeg tidak mudah karena harus memanjat pohon kelapa yang tingginya bisa mencapai puluhan meter.
"Kelapa yang akan disadap juga dipasangi wadah untuk menampung air niranya hingga penuh," kata Maryoto, Selasa (5/12).
Pencarian nira untuk badeg juga memerlukan kesabaran karena perlu waktu seharian untuk menampung airnya hingga penuh.
Keunikan lain dari badeg adalah penyajiannya yang menggunakan wadah bambu panjang yang disebut pongkor.
Bambu tersebut diikat di bagian samping sepeda dan penjualnya menjajakan badeg secara berkeliling.
"Kelihatannya cuma tinggal saya, yang lain sudah pindah kota atau malah ganti profesi, saya sendiri sudah 30 tahun jual badeg," katanya.
Maryoto menjual badeg buatannya dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 6.000 per gelasnya.
Setiap harinya, Maryoto mampu menjual kurang lebih 10 hingga 12 pongkor badeg di kawasan Borobudur.
"Kalau pas musim liburan ya bisa naik. Tergantung, asal badan sehat, saya pasti jual," tuturnya.
Tak hanya diminati wisatawan lokal, Maryoto menuturkan, terkadang badeg buatannya juga dibeli oleh turis asing yang sedang singgah ke Borobudur.
"Sedikit-sedikit bisa ngerti bahasanya tetapi tidak bisa jawabnya, sekedar tahu mereka mau beli gitu saja," pungkasnya.