News

Sederet Sanksi untuk Hasyim Asy’ari sebelum Dicopot dari Ketua KPU

Sebelumnya, Hasyim Asy’ari diketahui sudah berulangkali mendapatkan sanksi DKPP karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Featured-Image
Ketua KPU Hasyim Asy’ari.(Foto: Antara)

bakabar.com, BARITO - Setelah disanksi atas sejumlah  pelanggaran, Hasyim Asy’ari akhirnya dicopot dari jabatan ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (3/7/2024). Dia dinyatakan bersalah atas perbuatan asusila terhadap perempuan berinisial CAT, anggota PPLN di Denhaag, Belanda.

Sebelumnya, Hasyim Asya’ri diketahui sudah berulangkali mendapatkan sanksi DKPP karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Berikut sederet perkara dan sanksi yang dijatuhkan DKPP terhadap Hasyim Asy’ari, dikutip dari kompas.com.


1.    Lakukan perjalanan dengan Wanita Emas

Tak terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap Ketua Umum Partai Republi Satu Hasnaeni, Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir karena melakukan perjalanan pribadi dengan sang Wanita Emas dari Jakarta ke Yogyakarta pada 14-19 Agustus 2022 untuk berziarah ke sejumlah tempat.

Padahal, Hasyim sebetulnya mengantongi surat tugas bertanggal 12 Agustus 2022, untuk menghadiri penandatanganan perjanjian dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta pada 18-20 Agustus 2022 sebagai Ketua KPU RI.

"DKPP menilai, pertemuan teradu dengan pengadu 2 (Hasnaeni) selaku ketua umum partai politik yang dilakukan secara pribadi di luar kedinasan merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ujar anggota DKPP, I Dewa Raka Sandi, dalam sidang pembacaan putusan pada 3 April 2024.

"Apalagi perjalanan bersama tersebut dilakukan bersamaan dengan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 di mana Partai Republik Satu merupakan salah satu pendaftar calon peserta pemilu,” katanya lagi.

DKPP menilai Hasyim tidak patut dan tidak pantas melakukan hal tersebut karena padanya melekat simbol kelembagaan. DKPP juga menyoroti bahwa Hasyim memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni di luar kapasitas keduanya sebagai pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan pemilu. Kedekatan ini dibuktikan dari percakapan-percakapan di antara keduanya yang menjadi alat bukti dalam persidangan.

"DKPP menilai tindakan teradu sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu," kata anggota DKPP, Dewi Ratna Pettalolo. Oleh karena itu, terhadap Hasyim Asya’ri dijatuhi saksi peringatan keras terakhir.


2.    Kebocoran data pemilih

Dalam sidang putusan yang digelar pada 14 Mei 2024, Hasyim Asy’ari selaku ketua dan anggota KPU RI dijatuhi sanksi peringatan karena dinilai melakukan pelanggaran etik dan pedoman pedoman penyelenggara pemilu. Sanksi tersebut dijatuhkan terkait dugaan kebocoran data pemilih pada Sidalih atau Sistem Informasi Data Pemilih KPU RI pada tahun 2023.

KPU RI dinilai seharusnya menindaklajuti dugaan kebocoran data pemilih tersebut dengan memedomani ketentuan Pasal 46 UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang perlindungan data pribadi.

Tindakan yang dimaksud adalah melakukan pemberitahuan kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban publik.

Sebagaimana dengan prinsip jujur, kepastian hukum, tertib, terbuka, dan akuntabel selaku penyelenggara pemilu.

Selain Hasyim, enam enam komisioner KPU lainnya, yakni Idham Holik, Betty Epsilon Idroos, August Mellaz, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, dan Mochamad Afifuddin juga dijatuhi sanksi peringatan.


3.    Aturan jumlah caleg perempuan

Pada 26 Oktober 2023, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota KPU RI karena melanggar etik. Sebab, menimbulkan ketidakpastian hukum terkait keterwakilan bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan agar mencapai 30 persen, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sementara itu, enam komisioner lain KPU RI yang juga menjadi teradu dijatuhi sanksi peringatan. Dalam putusan ini, DKPP menjatuhkan saksi lebih berat kepada Hasyim karena dinilai tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam tindak lanjut Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.

Pasal dalam PKPU tersebut dipermasalahkan karena menggunakan perhitungan dengan desimal ke bawah sehingga aturan 30 persen keterwakilan perempuan tidak terpenuhi.

Namun, Hasyim tidak tegas dan ambigu dalam menyikapi masukan para pihak, khususnya DPR RI, terkait metode penghitungan keterwakilan caleg perempuan paling sedikit 30 persen.

Sebab KPU RI sempat menyatakan secara terbuka akan merevisi aturan bermasalah itu. Akan tetapi, sikap itu tiba-tiba berbalik 180 derajat setelah dilakukan pertemuan dengan anggota Komisi II DPR RI lewat rapat konsinyering dan konsultasi.

“DKPP berpendapat untuk memberikan sanksi yang lebih berat atas tanggung jawab jabatan yang diemban, meskipun Peraturan KPU adalah produk kelembagaan yang dihasilkan berdasarkan kerja kolektif kolegial,” kata anggota majelis pemeriksa DKPP, Muhammad Tio Aliansyah.

Pasal bermasalah itu belakangan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap aturan tersebut, namun KPU RI tak menindaklanjutinya melalui revisi aturan.

Secara keseluruhan, semua komisioner KPU RI dalam perkara ini terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf a dan f, Pasal 11 huruf a, c, dan d, dan Pasal 15 huruf a, e, dan g Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.


4.    Memproses pencalonan Gibran tanpa mengubah PKPU

Pada 5 Februari 2024, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta pemilihan presiden (Pilpres).

Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.

Untuk diketahui, dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

Meskipun, pada akhirnya, KPU mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023 atau setelah memproses pendaftaran Gibran.

Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU lainnya. Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses. "DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari Peraturan KPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," papar Wiarsa.

Total, ada 4 aduan terhadap seluruh komisioner KPU RI terkait perkara etik pencalonan Gibran ini. Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

5.    Pelaporan Irman Gusman

Pada 20 Maret 2024, Hasyim Asy’ari kembali mendapatkan sanksi peringatan keras dari DKPP terkait perkara yang diadukan mantan Ketua DPD Irman Gusman, yang pada tahun ini sempat berupaya maju lagi sebagai senator dari daerah pemilihan Sumatera Barat berbekal status eks terpidana korupsi.

Tak sendiri, untuk perkara ini, Hasyim mendapatkan sanksi peringatan keras bersama dengan komisioner KPU Mochamad Afifuddin. Sementara itu, lima komisioner KPU RI lainnya dijatuhi sanksi peringatan oleh DKPP dalam perkara ini, yakni Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz sebagai Teradu III-VII.

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu I Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap anggota KPU dan Teradu II Mochammad Afifuddin selaku anggota KPU sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito membacakan putusan, Rabu (20/3/2024).

Menurut DKPP, KPU RI terbukti lalai, tidak cermat, dan tidak teliti dalam tahapan pencalonan anggota DPD Pemilu 2024 karena Irman Gusman baru dinyatakan tidak memenuhi syarat lantaran adanya tanggapan masyarakat setelah tahapan penetapan daftar caleg sementara (DCS).

Padahal, Irman seharusnya sejak awal tidak dapat ditetapkan sebagai calon senator, karena terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih perlu menunggu 5 tahun masa jeda usai bebas untuk maju sebagai caleg.

Irman sendiri baru bebas murni 26 September 2019, sehingga Pileg 2024 terlalu dini untuknya mengacu pada ketentuan masa jeda dari putusan MK di atas.

Kemudian, DKPP mengatakan, KPU juga tidak pernah melakukan upaya klarifikasi kepada Irman Gusman.

Irman yang tak puas kemudian menggugat KPU RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan gugatannya dikabulkan.

PTUN meminta KPU menetapkan Irman sebagai caleg DPD RI dari dapil Sumatera Barat, tetapi lembaga penyelenggara pemilu itu bersikukuh mematuhi putusan MK sehingga putusan PTUN tidak dapat dieksekusi.

Sikap KPU itu disampaikan melalui keterangan kepada awak media, sesuatu yang dianggap terburu-buru dan tidak tepat oleh DKPP. "Tindakan yang terburu-buru karena tanpa membaca dan memahami isi putusan secara utuh," sebut anggota DKPP Kadek Wiarsa Raka Sandi.

Secara umum, DKPP menilai Hasyim sebagai Ketua KPU RI bertanggung jawab memastikan semua tahapan pencalonan DPD RI berjalan sesuai ketentuan, tetapi gagal mengemban tugas itu terutama dalam hal memastikan tahapan pencalonan berjalan sesuai tatacara dan prosedur.(*)

Editor


Komentar
Banner
Banner