bakabar.com, JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan menurun, di tengah ekspektasi pasar bahwa Bank Sentral Amerika Serikat (AS) tidak agresif lagi menaikkan suku bunga acuan akibat krisis perbankan di AS.
Rupiah pada Senin (20/3) pagi dibuka tergelincir 17 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp15.362 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.345 per dolar AS.
"Rupiah berpeluang menguat terhadap dolar AS seiring dengan ekspektasi bahwa kenaikan suku bunga acuan AS tidak agresif lagi akibat krisis perbankan di AS," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Senin (20/3).
Ariston mengatakan data ekonomi AS yang dirilis Jumat (17/3) lalu, seperti data produksi industri Februari 2023 dan data survei tingkat keyakinan konsumen Maret 2023 menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, menambah ekspektasi pasar tersebut.
Baca Juga: Bank Indonesia Akui Krisis Finansial di Amerika Sebabkan Rupiah Anjok
"Ekonomi AS sedang tidak baik, sehingga akan sulit menerima suku bunga yang tinggi," ujarnya.
Selain itu, berita soal rencana pengambilalihan Bank Credit Suisse di Swiss yang sedang bermasalah oleh Bank UBS membantu memberikan sentimen positif ke pasar pagi ini. Aksi tersebut bisa membantu mencegah Bank Credit Suisse bangkrut dan menyebabkan krisis perbankan lagi.
Sementara dari domestik, berita tentang Indonesia berhasil mengantongi devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 173 juta dolar AS, mungkin bisa membantu penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Baca Juga: Di Tengah Kejatuhan Silicon Valley Bank, Rupiah Melorot
Ariston memprediksi peluang penguatan rupiah ke arah Rp15.280 per dolar AS, dengan potensi resisten di sekitar Rp15.400 per dolar AS.
Pada Jumat (17/3) rupiah ditutup naik 44 poin atau 0,29 persen ke posisi Rp15.345 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.389 per dolar AS.