bakabar.com, BANJARMASIN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) tersangka dugaan penerima suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Ia tak sendiri, melainkan bersama dua orang lainnya. Kedua orang itu, Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Hakim Agung GS serta Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung GS.
Penetapan itu berdasarkan hasil pengembangan kasus pengurusan perkara di MA tersebut, dimana sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 tersangka.
Tersangka penerima ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara tersangka pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP ID Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
"Dalam proses penyidikan perkara dengan tersangka SD (Sudrajad Dimyati/Hakim Agung nonaktif) dan kawan-kawan, KPK kemudian menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka (GS dkk)," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Konstruksi Perkara
Karyoto menjelaskan konstruksi perkara, bermula pada awal tahun 2022, terjadi adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam ID (Intidana). Kemudian terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.
Lebih lanjut, Karyoto mengatakan YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.
"Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas," kata Karyoto.
Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.
"Karena YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar)," ungkap Karyoto.
Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.
Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah GS. "Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama lima tahun," kata Karyoto.
KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.
Sementara sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT. Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY.
Dibagi Rata
Lebih jauh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan, dalam proses persidangan Hakim Agung Gazalba Saleh pun mengabulkan permohonan kasasi tersebut. Dia memvonis Budiman Gandi Suparman lima tahun kurungan.
Setelah itu, Karyoto menyebut sebagai realisasi janji pengondisian perkara, kedua kuasa hukum Heryanto kemudian menyerahkan uang kepada Desy untuk dibagi rata. Diduga uang Rp2,2 M dibagi 4 orang, diperkirakan Rp400 an juta per orang.
"Dalam pengondisian perkara tersebut, sebelumnya diduga telah ada pembagian uang melalui Desy yang dibagi rata kepada Gazalba Saleh, Nurmanto Akmal, Redhy Novarisza, Prasetio Nugroho, dan dia sendiri," kata Karyoto.
"Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang SGD202.000 dari Desy ke Nurmanto, Redhy Novarisza, Prasetio dan Gazalba masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik," ujar Karyoto.
Kini, Gazalba Saleh beserta Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Redhy Novarisza, dan Prasetio Nugroho disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Sementara Haryanto Tanaka beserta kedua kuasa hukumnya sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," kata Karyoto.
Kasus yang melibatkan Gazalba Saleh ini merupakan pengembangan dari yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Gazalba menangani perkara pidana KSP Intidana sementara Dimyati menangani perkara perdata yang mempailitkan koperasi simpan pinjam tersebut.
Baca Juga: Firli Bahuri Respons Kabar Hakim Agung Gazalba Jadi Tersangka KPK