Hot Borneo

RDP Film Jendela Seribu Sungai, Mengupas Anggaran Rp 6,6 Miliar

Komisi II DPRD Banjarmasin menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Kebudayaan, Pemuda, Pariwisata dan Olahraga (Disbudparpora) setempat, Selasa (22/11).

Featured-Image
Komisi II DPRD Banjarmasin menggelar RDP dengan Pemkot Banjarmasin untuk membahas polemik pembuatan film Jendela Seribu Sungai, Selasa kemarin. Foto: apahabar.com/Riyad.

bakabar.com, BANJARMASIN - Komisi II DPRD Banjarmasin menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Kebudayaan, Pemuda, Pariwisata dan Olahraga (Disbudparpora) setempat, Selasa (22/11).

RDP digelar untuk membahas polemik terkait pembuatan film Jendela Seribu Sungai (JSS).

Dalam RDP, Komisi II DPRD Banjarmasin memanggil pejabat terkait, yakni Kepala Disbudporapar, Iwan Fitriyadi dan Kabid kebudayaan, Zulfaisal Putera.

Pada RDP, terungkap awal mula digelontorkannya dana Rp6,6 miliar untuk pembuatan film yang diadaptasi dari novel karangan Miranda dan Avesina Soebli

Yaitu, setelah adanya pertemuan di Rumah Dinas (Rumdin) Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, akhir Juni 2022.

Baca Juga: Sedot APBD Miliaran, Film Jendela Seribu Sungai Tuai Kritik-Diminta Dihentikan!

Sekadar diketahui, pembuatan film itu sendiri menurut Disbudparpora Banjarmasin masuk dalam kegiatan penguatan promosi pariwisata. Bisa dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan media lainnya.

Awalnya, anggaran yang digelontorkan hanya sekitar Rp201 juta. 

Tercantum dalam lampiran daftar pagu anggaran Disbudparpora Banjarmasin tahun 2022, yang dibagikan ke Komisi II DPRD Banjarmasin.

Dalam lampiran itu, tak ada sedikitpun mencantumkan bahwa anggaran yang digelontorkan sebesar Rp6,6 miliar. Begitu pun dengan perincian bakal ada pembuatan film.

Namun rupanya, lampiran daftar pagu anggaran tahun 2022 yang dibagikan ke Komisi II DPRD Banjarmasin dalam RDP, berbeda dengan yang ada pada disbudparpora. Khususnya, dalam hal nominal anggaran untuk penguatan promosi pariwisata tadi. 

Baca Juga: Kata Ibnu Sina Soal Pembuatan Film Jendela Seribu Sungai

Terkait hal itu, Kepala Disbudparpora Banjarmasin, Iwan Fitriady mengaku tidak tahu.

Ia hanya menyebut, ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam penulisan. Mengingat secara keseluruhan ada puluhan kegiatan yang dicantumkan, dalam lampiran pagu anggaran itu.

"Nanti akan kami telusuri dimana kesalahannya. Semestinya di situ ada tercantum anggaran sebesar Rp6,6 miliar sekian itu," jelasnya.

Lalu, kenapa anggaran bisa berubah menjadi Rp6,6 miliar? Bahkan, perubahan anggaran itu justru tidak diketahui oleh Komisi II DPRD Banjarmasin, hingga anggota Badan Anggaran (Banggar) di DPRD Banjarmasin?

Kabid Kebudayaan Disbudporapar Banjarmasin, Zulfaisal Putera menimpali, jika hal itu bermula pada bulan Juni lalu, saat menggelar rapat di Rumdin Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina.

"Saat itu, kami datang membawa proposal penggarapan Film Jendela Seribu Sungai," timpal Zulfaisal.

Zulfaisal bilang, dalam pertemuan itu juga dihadiri instansi terkait lainnya. Seperti inspektorat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, M Yamin.

Tak ketinggalan pula, produser yang ditunjuk menggarap film Jendela Seribu Sungai juga turut hadir.

"Waktu itu, kata pimpinan (wali kota) bilang akan sediakan dananya. Angkanya, dari proposal yang dipelajari dan diverifikasi. Muncul besaran angka Rp6 miliar sekian itu," ungkapnya.

Di samping itu, adanya pertemuan di rumdin wali kota yang juga pembahasan nominal anggaran yang bakal digelontorkan sebesar Rp6,6 miliar itu, tampaknya tidak begitu diketahui oleh Kepala Disbudporapar Banjarmasin, Iwan Fitriady.

"Terus terang, saya agak lupa pertemuan itu dan apakah sudah membahas angka. Tadi kan yang menyampaikan itu kepala bidang kami, yakni pak Zulfaisal," ujarnya. 

"Kami ini SKPD. Di atas kami ada TAPD. Kami sebagai pelaksana, intinya mendapatkan informasi bahwa anggaran untuk pembuatan film itu sudah disampaikan ke Banggar," tambah Iwan.

Tugas disbudparpora menurutnya, kemudian menindaklanjuti dengan membuat Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Lalu menginput ke Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI). Hingga menghubungi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). 

"Kami sudah mengacu ke semua aturan. Kami sebagai pelaksana, menerima amanah untuk membuat film. Lalu, mempersiapkan diri agar segala sesuatu terkait pembuatan film ini, tak ada satupun melanggar aturan," imbuhnya.

Kalaupun ada kekeliruan menurutnya, hanya perihal ketidaksesuaian pencantuman angka Rp6,6 miliar di lampiran daftar pagu anggaran Disbudporapar Banjarmasin tahun 2022 saja.

"Kekeliruannya sedang kami telusuri bersama. Sementara secara keseluruhan, proses yang kami lalui sudah sesuai dengan aturan," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II, Awan Subarkah mengatakan bahwa dalam RDP, pihaknya menitikberatkan beberapa hal ke disbudparpora.

Pertama, agar ke depan dalam hal penganggaran kegiatan, juga melibatkan komisi II. Terlebih, ketika ada kegiatan yang baru dan menggelontorkan anggaran besar.

"Sehingga itu bisa dibahas di anggota komisi II, dan kami pun bisa memberikan masukan," ujarnya.

Kedua, yakni perihal adanya lampiran dokumen yang disampaikan. Yakni daftar pagu anggaran tahun 2022, yang justru tidak mencantumkan adanya rencana penganggaran Rp6,6 untuk pembuatan film.

Meskipun menurut Disbudparpora Banjarmasin, hal itu sudah disampaikan oleh TAPD ke anggota banggar di DPRD Banjarmasin.

"Sehingga sampai selesai pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) pada 5 September lalu pun, anggota komisi II yang termasuk dalam banggar, tidak mengetahuinya," ujarnya.

Lalu bagaimana dengan kelanjutan penggarapan film itu? Mengingat pihaknya sempat meminta agar penggarapan film Jendela Seribu Sungai itu disetop.

Dalam hal itu, pihaknya kini mengaku tak bisa berbuat banyak lantaran penggarapannya sudah dimulai.

"Sulit untuk dihentikan karena segala prosedurnya sudah ditempuh. Sekarang, tinggal bagaimana ke depannya yang seperti diungkapkan dinas terkait, bahwa ada keuntungan dari pembuatan film itu nantinya," ucapnya.

"Selain untuk promosi, juga sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Ini rencana dari Disbudporapar Banjarmasin ketika film itu selesai digarap. Kita lihat nanti ke depan," tuntas Awan.

Editor
Komentar
Banner
Banner