Polemik KRIS JKN

Pro Kontra KRIS JKN, Komisi IX: Proses Penyempurnaan Layanan Kesehatan

Komisi IX DPR RI Fraksi PDI-P, Rahmad Handoyo, angkat suara mengenai polemik KRIS JKN.

Featured-Image
Aktivitas di kantor BPJS Kesehatan. Foto: net/Ist

bakabar.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI-P Rahmad Handoyo angkat suara mengenai polemik kebijakan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).

Menurutnya, pro kontra merupakan hal yang biasa. Pro kontra merupakan bagian dari proses penyempurnaan layanan kesehatan publik menjadi lebih baik.

"Pandangan itu (pro-kontra) kita hormati, evaluasi, dan kita sempurnakan. Toh, itu untuk memberikan yang terbaik kepada pelayanan masyarakat," jelasnya kepada bakabar.com, di Jakarta, Rabu (2/8).

Sejauh ini, imbuhnya, polemik KRIS JKN bermula dari UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN) belum secara tegas menerjemahkan arti dari kelas 'standar' yang dimaksud.

Baca Juga: Polemik KRIS JKN, Anggota DPR: Masyarakat Kelas Tiga akan Kesulitan

Agar tidak semakin rancu, pemerintah kemudian mengambil inisiatif dengan membuat definisi terkait standarisasi. Standarisasi menurut versi pemerintah adalah disamaratakan dalam satu kelas. Dengan demikian, iuran yang dulunya terbagi atas tiga kategori kemudian ditiadakan.

"Ada yang beranggapan tidak begitu. Bisa jadi kelasnya yang distandarisasi. Kelas satu distandarisasi, kelas dua distandarisasi, kelas tiga distandarisasi," papar Rahmad.

Hal itu, menurut Rahmad sebagai bagian dari merebaknya polemik KRIS JKN, sehingga banyak kalangan yang menolak.

Sebagai informasi, pemerintah sudah maju satu langkah dengan melakukan kegiatan uji coba standarisasi rawat inap rumah sakit di sejumlah wilayah. Komunikasi terakhir antara Komisi IX dengan pemerintah adalah meminta diperbanyaknya uji coba standarisasi rawat inap rumah sakit.

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN, YLKI: Pemerintah Jangan Ngotot

"Tidak hanya rumah sakit vertikal saja, tapi swasta juga, daerah sehingga bisa lebih mengevaluasi," terangnya.

Sejauh ini, terang Rahmad, belum ada pembahasan lanjutan dengan pemerintah mengenai kenaikan iuran BPJS. Jika kenaikan iuran diberlakukan dalam waktu dekat, ditengarai hal itu berpotensi menimbulkan polemik.

Jika kenaikan iuran tetap dipaksakan, hal itu akan berimplikasi terhadap likuiditas BPJS. "Yang terpenting BPJS sehat dan aman. Kalo aman dari likuiditas, otomatis kita bisa memberikan pelayanan pembayaran pada rumah sakit,"

Editor
Komentar
Banner
Banner