bakabar.com, BANJARMASIN – Polda Kalsel merespons protes mahasiswa terkait pengadangan massa aksi di Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru.
Karo Ops Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Noor Subchan membantah bahwa aparat kepolisian melakukan pengadangan
Mahasiswa yang tak diperkenankan masuk lantaran dinilai tak menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
“Bukan pengadangan. Operasi yustisi. Pakai masker,” ujar Subchan saat dikonfirmasi media ini, Rabu (6/10) malam.
Subchan bilang Banjarbaru baru saja turun level PPKM. Sehingga ia meminta mahasiswa ikut menjaga kondisi tersebut.
“Situasi sudah level 2 Banjarbaru. Untuk turun level perjuangan berat,” pungkasnya.
Lain lagi dengan Polres Banjarbaru. Kapolres AKBP Nur Khamid melalui Kasi Humas AKP Tajuddin Noor menjelaskan pihaknya hanya melakukan penyekatan.
Hal itu untuk memastikan agar yang ikut aksi adalah betul-betul berstatus mahasiswa.
"Sebenarnya tidak dihalang-halangi, kami melakukan penyekatan untuk memastikan bahwa yang ikut adalah betul-betul mahasiswa yang berdemo, diharapkan tidak domplingi kelompok lain dan agar tidak adanya yang berbuat anarkis," katanya kepada bakabar.com, Rabu (6/10) malam.
Polres Banjarbaru, ujar dia, sangat mendukung aksi damai yang dilakukan para mahasiswa.
"Aksi damai kami sangat mendukung kegiatan tersebut," pungkasnya.
Sempat ada drama sebelum aksi damai “Tolak Bala atas Matinya Reformasi Sahnya Omnibus Law" di depan Kantor Gubernur Kalsel, Banjarbaru, Rabu (6/10), dimulai.
Puluhan demonstran sempat beberapa kali dihadang aparat saat hendak mendekati gedung perkantoran Gubernur Kalsel yang merupakan lokasi titik aksi.
Koordinator Lapangan Aksi, M Iqbal Hambali bilang seluruh akses jalan menuju kantor gubernur di kawasan setempat ditutup.
"Tapi anehnya yang dihalangi cuman kami [demonstran]," ucapnya kepada media ini, seusai aksi.
Setelah mencoba ke sejumlah akses gagal, massa pun memaksa mendekati kawasan perkantoran gubernur, meski dihadang aparat dan sejumlah barier pembatas jalan.
Tepat di depan kawasan SMKN 3 Banjarbaru, demonstran terpaksa harus adu mulut dengan aparat.
Menurut Iqbal, alasan aparat menghalangi massa mendekati perkantoran gubernur lantaran tidak mengantongi izin untuk menggelar aksi.
"Alasan jadi dihalangi karena katanya kami belum menyerahkan surat pemberitahuan. Namun, kemarin kami sudah memberikan ultimatum bahwa akan kembali datang ke sini," ujarnya.
Namun di samping itu, pihaknya sebenarnya sudah berencana mengirimkan surat pemberitahuan aksi.
Pada Selasa (5/10) petang menjelang malam, Iqbal bilang pihaknya sudah ke kantor polisi setempat untuk mengirim surat pemberitahuan aksi.
Tetapi, kata dia, saat itu tidak ada satu pun anggota yang berwenang soal ini berada di ruangan.
"Kemudian ingin menitipkan ke pos penjagaan yang piket, katanya langsung sampaikan saja kepada yang berwenang. Dan tadi malam tidak ada satu pun yang menghubungi," tutur Iqbal.
"Kami sudah punya itikad baik untuk memenuhi persyaratan administrasi, tapi kejadiannya seperti itu. Kami berspekulasi ini bukan lagi salah kami," tegasnya.
Iqbal menilai kejadian ini sangat ironis. Alih-alih memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi di negara demokrasi, malah oknum aparat ini menghalang-halangi rencana aksi.
"Kami datang ke sini untuk mengkritik dan ingin mengingatkan kepada pemerintah provinsi Kalsel. Namun pada hakekatnya, kami dihalang-halangi.
Saya rasa hukum hari ini tebang pilih, tumpul ke atas tajam ke bawah," pungkasnya.
Dilengkapi oleh Muhammad Riki