Penggusuran Pemukiman Sipil

Polemik Penggusuran Warga Pancoran: Dihujani Intimidasi hingga Dibelenggu Ketakutan

Sengketa lahan di Pancoran Buntu II hingga kini masih menunggu kepastian hukum.

Featured-Image
Ilustrasi sengketa lahan berujung penggusuran yang dikawal aparat keamanan. (Foto: Antara)

bakabar.com, JAKARTA - Sengketa lahan di Jalan Pancoran Buntu II, Kelurahan Pancoran, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, hingga kini masih terus terjadi. Pasalnya intimidasi masih membayangi warga. Santi (48) salah satunya yang mengungkapkan hingga hari ini warga masih merasakan ketakutan.

Intimidasi yang dirasakan warga, semula terjadi sejak 24 Februari 2020 yang terjadi perebutan lahan sekolah Paud yang rencananya akan dibangun untuk kantor PT Pertamina (Persero).

Adapun bentuk intimidasi yang dialami warga seperti dilempar batu, bom molotov hingga gas air mata yang diarahkan ke arah pemukiman warga. Ingatan tentang intimidasi tersebut yang membuat warga, salah satunya Santi masih mengalami ketakutan hingga saat ini. 

Baca Juga: Warga Pancoran Bawa Dua Tuntutan Laporan Kriminalisasi ke Pemprov DKI

"Itu tiap malam polisi berjaga dengan pakaian lengkap, senjata yang dipakai juga laras panjang," ungkap Santi kepada bakabar.com, Jumat (10/2).

Karena pengalaman itu, seluruh warga mengalami ketakutan keluar rumah. Berdasarkan keterangan Santi, polisi yang berjaga bahkan bisa mencapai puluhan. Lengkap dengan menggunakan seragam dan membawa senjata laras panjang.

Suasana mulai pecah dan panas sejak terjadinya bentrokan perebutan lahan pada 17 Maret 2021. Bentrokan tersebut melibatkan warga dengan PT Pertamina dengan melibatkan kepolisian.

"Saat kami protes (demo) itu sempat kami dilempari batu. Setiap aksi selalu ada represi. Itu puluhan warga kepalanya bocor," ujarnya. 

Baca Juga: Sering Diintimidasi, Warga Pancoran Geruduk Balaikota Gubernur DKI

Berdasarkan kesaksian Santi, pernah suatu ketika, warga dilempari bom molotov dan gas air mata ke arah pemukiman warga. Penolakan tetap dilakukan warga, namun beberapa pejabat setempat tidak pernah berpihak pada warga. 

"Sempat ada sosialisasi di kantor kecamatan, tapi kita datang untuk demo memprotes itu," terusnya.

Eksekusi Menyisakan Trauma

Salah satu tragedi yang masih belum bisa Santi lupakan adalah perobohan sebuah rumah warga yang dilakukan secara paksa. Sementara itu, saat eksekusi perobohan pemilik rumah beserta seorang anak sedang tidur di dalam rumah tersebut. 

"Itu anak masih tidur (di dalam rumah) tapi bego itu udah keruk. Kami warga protes sampai naik-naik alat beratnya, baru berhenti. Itu sudah dikeruk separuh," cerita Santi. 

Hingga kini, warga masih mengalami intimidasi. Sejumlah polisi masih berpatroli di sekitar pemukiman warga. Meski tak sekencang dulu, namun ia masih bergidik dan menyisakan trauma jika harus mengingat tragedi tersebut.

Editor


Komentar
Banner
Banner