bakabar.com, MARABAHAN - Merasa tak pernah menerima, warga Desa Simpang Nungki di Kecamatan Cerbon, Barito Kuala (Batola) mempertanyakan ganti rugi yang diberikan perusahaan perkebunan sawit PT Putra Bangun Bersama (PBB).
Pertanyaan tersebut dilontarkan dalam mediasi kedua yang diinisiasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Batola di Aula Bahalap, Selasa (28/3) siang.
Adapun asal-muasal klaim ganti rugi adalah pernyataan PT PBB dalam surat yang diterima warga tertanggal 31 Januari 2023.
"Dalam poin 2 disebutkan bahwa proses penggantian lahan di Desa Simpang Nungki telah selesai dilakukan, sebelum proses pengajuan Hak Guna Usaha (HGU)," papar Wahyu Suriandinata, Kepala Desa Simpang Nungki.
"Setelah dikonfirmasi kepada warga, termasuk tiga mantan kepala desa terdahulu, poin 2 tersebut tidak sesuai. Makanya kami menanyakan penggantian itu seperti apa? kepada siapa? dan kapan?" tegasnya.
Selain ketidakjelasan ganti rugi, eksploitasi lahan yang dilakukan PT PBB sejak 2007, juga menggangu habitat tumbuhan purun, pohon galam dan ikan.
Padahal menganyam purun, serta menjual ikan dan pohon galam telah menjadi mata pencarian kedua, seandainya hasil pertanian tidak memadai.
Baca Juga: Siap Ikuti Mediasi, Warga Simpang Nungki Batola Buka Portal Jalan Angkutan Sawit PT PBB
Baca Juga: Mediasi Warga Simpang Nungki Batola dan PT PBB Belum Temukan Kesimpulan
Di sisi lain, banyak warga Simpang Nungki tidak lagi bisa bekerja sebagai pegawai di perusahaan sawit lantaran terkendala usia.
"Bahkan tidak cuma lahan yang digarap, base camp PT PBB juga berada di wilayah Simpang Nungki," tambah Wahyu.
Berangkat dari kenyataan tersebut, warga meminta ganti rugi senilai Rp12 juta per hektar dari lahan yang telah digarap PT PBB.
Untuk memperkuat tuntutan, warga juga memperlihatkan sejumlah surat keterangan tanah, termasuk kepemilikan tatah atau beje.
Selanjutnya semua keterangan dan surat-menyurat tersebut, akan dikonfirmasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Batola kepada PT PBB dalam mediasi selanjutnya.
Hal lain yang juga dikonfirmasi adalah soal ganti rugi, karena terdapat kemungkinan warga penerima berasal dari desa tetangga.
"Semuanya akan dikonfirmasi dalam mediasi berikutnya bersama PT PBB, Selasa (4/4) mendatang," tutup Mirwan Siregar, Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Batola.