bakabar.com, BANJARMASIN - Pembalakan kayu secara ilegal di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) boleh dibilang masih marak. Kalimantan Selatan (Kalsel) pun menjadi pintu keluar untuk menyelundupkan hasil hutan tersebut ke pulau Jawa.
Ini dibuktikan dengan terungkapnya kasus sindikat pembalakan kayu sebanyak 31,5 meter kubik yang dicuri dari hutan Kalteng, kemudian dibawa ke Kalsel untuk diselundupkan ke Surabaya pada 9 Mei 2024 lalu.
“Ada enam tersangka yang kami amankan dalam kasus ini dengan berbagai peran,” ujar Direktur Polairud Polda Kalsel, Kombes Pol Andi Adnan didampingi Kabid Humas, Kombes Pol Adam Erwindi saat konferensi pers, Kamis (13/6).
Adapun enam tersangka kasus ilegal logging ini berinisial HS, LHS, M, AA, KH, SD dan SR yang hingga saat ini masih buron.
Terungkapnya kasus ini berawal dari adanya informasi yang diterima Subdit Gakkum Ditpolairud terkait rencana pengiriman puluhan meter kubik kayu menggunakan truk kontainer dari Pelabuhan Trisakti Banjarmasin.
Informasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi pelabuhan. Setelah petugas sampai di lokasi, benar saja, ditemukan truk jenis Fuso bermuatan kayu yang dicurigai ilegal tersebut.
“Hanya saja si sopir sempat melarikan diri. Akan tetapi di sana petugas menemukan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) yang diterbitkan usaha dagang Bina Bersama. Namun diduga kuat dokumen tersebut palsu,” kata Andi.
Truk bermuatan kayu itu pun kemudian diamankan, dan petugas menindak lanjuti dengan memeriksa keabsahan dokumen kayu tersebut. Setelah dikroscek, ternyata benar, tanda tangan pemilik badan usaha telah dipalsukan.
“Pemilik usaha menyatakan tanda tangan di dokumen itu bukan tanda tangannya,” ucap mantan Kapolres Kotabaru ini.
Dari situlah proses penyidikan mulai dilakukan dan terungkap fakta - fakta bahwa penjualan kayu olahan tersebut awalnya ditawarkan oleh tersangka HS kepada tersangka LHS.
Di situ muncul kesepakatan, dari jenis kayu dan harga jual beli. “Kayu yang disepakati dalam transaksi itu jenis keruing atau meranti,” jelas Andi.
Setelah kesepakatan didapat, HS kemudian meminta tersangka M untuk mencari kayu tersebut. Kayu olahan itu didapat di daerah Kabupaten Sungai Hanyu, Kalteng.
Setelah itu HS kemudian meminta tersangka AA, SR, dan KH untuk menyiapkan dokumen SKSHH yang merupakan milik usaha dagang Bina Bersama.
Setelah kayu lengkap dan dokumen lengkap, kayu olahan itu kemudian dibawa ke tempat pembersihan ke PT Benua Abadi Sakti Banjarmasin milik tersangka DS.
Selanjutnya, SD menyiapkan ekspedisi untuk dibawa ke Surabaya menggunakan truk yang dikemudikan SR yang hingga saat ini masih buron.
“Adapun barang bukti yang disita yakni dokumen kayu yang diduga palsu. Empat dokumen asal kayu dari Kalteng, satu unit truk fuso dan kayu olahan jenis kruing atau meranti sebanyak 32 meter kubik,” jelas Andi.
Andi mengatakan, dari pengakuan para tersangka bahwa ini bukan kali pertama dilakukan. Ada sebanyak empat kali pengiriman kayu ke Surabaya yang telah mereka lakukan dengan modus yang sama.
“Tapi yang kelima kalinya ini berhasil kita gagalkan,” ucap Andi.
Akibat perbuatannya para tersangka dijerat pasal 83 ayat 1 B, jo pasal 88 ayat 1 Undang - undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Ancaman maksimal lima tahun penjara,” ucap Andi.
Selain itu, pada 1 Juni 2024 lalu, Subdit Gakkum Ditpolarud Polda Kalsel juga berhasil mengungkap kasus penyelundupan kayu olahan tanpa dokumen dari Kalteng ke Kalsel menggunakan kapal motor.
Adapun jenis kayu yang diselundupkan berjenis terentang sebanyak 28,5 meter kubik yang diangkut menggunakan dua kapal motor. Kapal motor Berkat Rahmi I dan Berkat Rahmi II.
Dimana dua kapal motor pengangkut kayu ilegal itu diamankan saat melintas di daerah Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).
Dari pengungkapan itu, petugas mengamankan dua tersangka berinisial HP da AD yang berperan sebagai pemilik kapal.
“Untuk kasus ini masih kami kembangkan karena pemesan kayu masih kita lakukan pencarian sampai sekarang. Jadi yang kita amankan sementara pemilik kapal,” ujar Andi.
Akibat perbuatannya, mereka juga dijerat pasal 83 ayat 1 B, jo pasal 88 ayat 1 Undang - undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.