PMI Manufaktur Indonesia Turun, Menkeu: Kita Harus Waspada

Menkeu, Sri Mulyani Indrawati mulai mewaspadai indeks Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia, setelah terjadi penurunan selama dua bulan terakhir.

Featured-Image
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: APBN KITA November 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta. Foto: Antara

bakabar.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mulai mewaspadai indeks Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia, setelah terjadi penurunan selama dua bulan terakhir.

Selama 14 bulan terakhir, PMI Manufaktur Indonesia memang selalu berada pada level ekspansif. Namun pada bulan lalu levelnya sudah mulai menunjukkan penurunan.

"Penurunan ini yang harus kita perlu waspadai karena menyangkut kegiatan manufaktur yang sangat penting," ungkapnya dilansir Antara, Kamis (24/11).

Baca Juga: Dorong Transisi EBT, Airlangga: Produksi Migas Harus Ditingkatkan

Meski begitu, ia menyebutkan kapasitas produksi manufaktur dan pertambangan terus meningkat mendekati level sebelum pandemi COVID-19, dimana untuk manufaktur berada di level 73,5 dan pertambangan 73,2.

Dengan level kapasitas tersebut, artinya sektor manufaktur terus meningkatkan kegiatan hingga kapasitas produksinya terpakai sama seperti sebelum terjadinya pandemi atau mengalami pemulihan.

Indikator produksi dan investasi lainnya, yakni pertumbuhan konsumsi listrik pun masih sangat tinggi pada kegiatan industri dan bisnis yakni masing-masing meningkat 5,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 12,5 persen (yoy).

Kendati demikian, Sri Mulyani menilai tren pertumbuhan itu menunjukkan pembalikan arah dibanding bulan-bulan sebelumnya.

"Ini sebetulnya ada pengaruh faktor global yang harus diwaspadai. Jadi kita memang harus optimis tapi waspada," tegasnya.

Baca Juga: Genjot Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Tambah 7 SPKLU di Jakarta

Maka dari itu, dirinya akan melihat lebih lanjut apakah kondisi PMI Manufaktur, pertumbuhan konsumsi listrik, dan kapasitas produksi manufaktur dan pertambangan sebagai indikator produksi dan investasi bisa bertahan menghadapi gejolak global.

"Kondisi ini akan menjadi tantangan kita memasuki tahun 2023," jelasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner