bakabar.com, JEMBER - Memasuki tahun ketiga, sejak 2021, sejumlah petani di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur mengeluhkan sedikitnya jatah pupuk bersubsidi. Tidak hanya itu, petani juga mengeluhkan tingginya harga jual melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah.
Padahal, pemerintah mencatat jatah pupuk subsidi yang diterima semakin meningkat. Sejumlah keluhan tersebut disampaikan Saturi, bersama sejumlah petani lain dari Kecamatan Ledokombo ke Komisi B DPRD Jember, Rabu (20/12).
Warga Desa Sumberbulus ini memiliki lahan sawah kurang dari satu hektar. Setiap musim tanam, dia mendapatkan jatah 1 kuintal dengan harga Rp300 ribu. Sedikitnya jatah pupuk membuat dirinya, harus membeli pupuk non subsidi. Bahkan, belakangan jatah pupuknya sudah habis terjual.
"Sulitnya petani mendapatkan pupuk, kalaupun dapat harganya mahal. Kalaupun masuk e-RDKK, di kios barangnya tidak ada, sudah diambil. Akhirnya petani beli ke pihak ketiga, di luar kios, harga sampai Rp350 ribu," kata Saturi kepada bakabar.com, Rabu (20/12).
Baca Juga: Stunting Tinggi, Wapres Ma'ruf Amin Beri Catatan untuk Jember
Seperti diketahui, sesuai Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 734 Tahun 2022, pada 2023 HET pupuk bersubsidi dipatok masing-masing senilai Rp2.250 per kg untuk pupuk urea. Artinya, satu karung pupuk urea bersubsidi seberat 50 Kg idealnya dijual dengan harga Rp112.500.
Namun faktanya, di lapangan harga jual pupuk subsidi bisa mencapai Rp350 ribu lebih per kuintal.
"Hampir tiap tahun kasusnya seperti itu," keluhnya.
Tidak hanya itu, di Desa Sumberbulus hanya ada 2 kios yang mengurus 6 kelompok tani. Sebagai anggota Kelompok Tani Poktan Jawa Makmur, jarak yang harus ditempuhnya untuk sampai ke kios sekitar 10 kilometer.
"Ambilnya pupuk ke kios yang jauh, bahkan sering petani tidak tau kapan pupuk datang, tiba tiba sudah habis," jelasnya.
Baca Juga: PSI Bertemu Influencer Jember, Grace Natalie: Kami Serap Aspirasi
Saturi termasuk beruntung, dia salah satu petani yang tercatat dalam sistem e-RDKK. Menurutnya masih banyak petani yang lain belum tercatat, meski sudah mengajukan ke kelompok tani.
Di sisi lain, dari awal pencatatan, banyak petani yang merasa tidak mendaftar, namun sudah tercatat di E RDKK.
"Tau tau petani sudah masuk e-RDKK, tidak mendaftar," ujarnya.
Sementara itu, Poktan Tani 5, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo Mulyono, juga mengeluhkan hal serupa. Dari luasan 1,5 hektar sawah, dia cuma mendapatkan 1 kuintal tiap musim tanam dengan harga Rp300 ribu. Dia juga harus menempuh jarak yang cukup jauh karena hanya ada satu kios di desanya.
"Satu kios di satu desa, membawahi 8 Poktan. Jika butuh pupuk, beli ke mana mana, di Sumbersalak hanya dapat 1 kuintal, akhirnya pakai non subsidi," ujarnya.
Baca Juga: Petani Keluhkan Pupuk Langka, Ganjar: Karena Subsidi Dikurangi
Menurutnya, pupuk tersebut juga didistribusikan langsung ke kelompok tani, namun harganya tinggi karena tambahan ongkos angkut.
"Ke kelompok tani harga lebih mahal, Rp350 ribu hingga Rp400 ribu, karena ada ongkos angkut," jelasnya.
Dia sendiri pernah mendapatkan intimidasi karena melaporkan masalah penjualan pupuk subsidi secara ilegal, atau di luar kelompok tani.
"Ada yang dijual ke luar desa, lapor ke Polsek. Saya malah diancam sama kios itu. Saya petani biasa, kan takut," ujarnya.
"Harapannya pupuk lancar, harga standar. Ingin saya per dusun ada kios," katanya.
Kuota Pupuk Tak Mencukupi
Sementara itu, Kabid Sarpras Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Jember Sri Agiyanti mengatakan, jumlah kuota pupuk subsidi yang diterima Jember tiap tahunnya tercatat terus naik, namun tetap tidak mencukupi kebutuhan petani.
Sri menyebut, pada tahun 2021, Jember mendapatkan jatah pupuk urea sebanyak 53.136 ton. Jumlah tersebut dinilai cukup untuk total petani di e-RDKK mencapai 35.137.
"Kita kuotanya 100 persen tahun 2021, tapi itupun masih rame (banyak laporan tidak mendapatkan bagian)," kata Sri kepada bakabar.com.
Baca Juga: Nestapa Petani Hidup dalam Belenggu Kemiskinan
Baca Juga: Para Petani Indonesia Semakin Menua, Siapa yang Meneruskan?
Selanjutnya, pada tahun 2022, Jember mengajukan 73.634 ton pupuk subsidi ke pemerintah pusat. Kuota yang didapatkan sedikit meningkat sebesar 59.856 ton.
Kemudian tahun 2023, Jember mengusulkan sebesar 73.971 ton, dan realisasi pupuk yang didapatkan sebanyak 68.333 ton. Namun jumlah tersebut masih tetap kurang.
"Akhirnya pada tanggal 2 Agustus, kami menyampaikan tambahan alokasi agar menjadi 100 persen. Tapi tidak ada realokasi," jelasnya.
Menurutnya, semua kebijakan tentang pupuk merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. Dia sebagai pejabat di daerah hanya menjalankan regulasi yang ada. Termasuk petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi harus tercatat di e-RDKK.
Baca Juga: Miris! Jumlah Petani dengan Kepemilikan Lahan Kecil Terus Meningkat
Namun faktanya, pendataan e-RDKK di Jember juga dia akui masih carut marut. Pihaknya kini masih berupaya mengintegrasikan data e-RDKK berbasis NIK. Namun banyak data yang sudah tercatat di e-RDKK tidak sesuai dengan data di Dispendukcapil.
"Pada Bulan Mei, ada validasi, data kita di e RDKK, harus dipadukan Dispendukcapil, banyak data tidak valid. Dari 166 ribu, menjadi 155 ribu yang tervalidasi," katanya.
"Bahkan kenapa yang laki laki jadi perempuan, dan sebaliknya," ujarnya.
Tahun ini, menurutnya e-RDKK sudah selesai dan ditutup tanggal 5 Desember 2023. Namun, masih banyak dari petani yang tidak masuk.
"Bisa jadi tidak koordinasi dengan kelompok tani. Memadukan dengan NIK, ini yang sulit. Disimultan itu valid, ternyata di e-RDKK tidak valid," tambahnya.