Pantauan bakabar.com, Ahdiat dua jam diperiksa di ruangan Ditreskrimum pada pagi tadi.
Namun ia tidak sendiri di ruangan tersebut. Dia ditemani rekannya, Renaldi.
Mereka mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh polisi. Kuasa Hukum, Muhammad Pazri yang mendampingi dua mahasiswa tersebut menyebut pertanyaan yang diajukan masih bersifat umum.
"Berawal dari identitas dan sebagainya. Jumlah massa aksi, tanggal dan tempat sampai tidak atau adanya peringatan yang diberikan oleh pihak berwenang," ungkapnya usai keluar dari ruangan Ditreskrimum Polda Kalsel.
Advokat muda dari Borneo Law Firm itu menilai sejumlah pertanyaan yang dicecar kepolisian atas dugaan pelanggaran pasal 218 KUHPidana tersebut masih tidak sesuai.
"Secara umum memang dari pertanyaan-pertanyaan itu masih kabur, substansi yang dituduhkan kepada kawan-kawan mahasiswa," ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut dia, peringatan yang diterima mahasiswa saat aksi pada Kamis (15/10) lalu pun tak diterima secara langsung oleh mereka.
"Kalau peringatan itu kan dapat bentuk lisan atau tertulis kan. Lisannya pun kalau dibahasakan di lapangan itu bentuknya hanya sebatas membujuk, baik dari kapolda atau danrem," tutur Pazri.
Lebih jauh, Pazri membeberkan, dari dua mahasiswa yang dipanggil, hanya Ahdiat yang mendapat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
SPDP ini, seperti dikutip dari Antara, telah dikirim kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan tertanggal 22 Oktober 2020 dengan dasar Pasal 218 KUHPidana jo Pasal 11 Undang-Undang No 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum jo Pasal 7 ayat 1 Perkap No 7 tahun 2012.
Soal ini, Pazri pun berharap polisi dapat lebih bijak dan selektif dalam mendalami penyidikan kasus dugaan pelanggaran pasal 218 KUHP tersebut.