bakabar.com, JAKARTA - Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No.207 tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Ijin yang Berhak dinilai sangat merugikan masyarakat. Pasalnya, Pergub ini memberikan legitimasi kepada Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan penggusuran tanpa proses yang layak.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jihan Fauziah Hamdi menilai Pergub tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Pergub 207 Pemprov DKI Jakarta untuk dapat terus melakukan penggusuran tanpa proses yang layak dan ini telah melanggar asas keadilan karena tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk menguji hak kepemilikannya atas tanah,” jelasnya pada bakabar.com, Selasa (21/2).
Sementara itu, data yang dihimpun Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP), sejak Pergub 207 disahkan hingga April 2022, ditemukan setidaknya ada tiga permukiman yang ikut terdampak. Permukiman itu meliputi Sunter Agung (2019), Menteng Dalam (2021), dan Pancoran Buntu II (2021).
Lebih lanjut, menurut Hamdi, pergub tersebut berpotensi mengancam beberapa kampung lain seperti:
1. kampung blok limbah: Proyek Jakarta Sewerage System (JSS)
2. Kampung blok Eceng: Proyek Jakarta Sewerage System (JSS)
3. Kampung tembok bolong: Proyek jalan tembus ke pelabuhan
4. Kampung gang Lengkong: Klaim lahan untuk perluasan PT Masaji Tatanan Container (PT MTCon) serta kriminalisasi warga
5. Kampung Marlina: Dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR
6. Kampung Elektro: Dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR
7. Kebun Sayur Ciracas: Proyek LRT
8. Kapuk Poglar: Dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR
9. Guji Baru: klaim sepihak perseorangan a/n Hj. Awang
Sejak awal, Jihan menjelaskan jika pihaknya telah membuka pintu mediasi dengan Pemprov DKI Jakarta terkait pergub 2017. Hanya saja, hasilnya tidak memuaskan karena menemui jalan buntu.
“Kekhawatiran pemerintah provinsi adanya kekosongan hukum (mengatasi sengketa tanah), tapi ini tidak terbukti. Sebab ada banyak cara lain untuk mengatasi sengketa tanah, yang prosesnya lebih adil dan tidak melanggar HAM,” tandasnya.