bakabar.com, KOTABARU – Realisasi tambang pulau laut Kotabaru senilai Rp700 Miliar molor lagi. Hal itu akibat perencanaan yang dinilai tidak sinkron.
Sebelumnya, kesepakatan antara perusahaan Sebuku Coal Group, PT Sebuku Tanjung Coal (STC) dengan Pemkab Kotabaru realisasi kompensasi tambang ratusan miliar berbentuk fisik, atau dibangunkan sarana prioritas.
Sementara tidak sinkronnya perencaan menjadi penyebab utama molornya realisasi kompensasi sendiri terungkap dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kotabaru.
Menyikapi itu, Ketua DPRD Kotabaru, Syairi Mukhlis, mengatakan perencanaan yang diajukan ke pihak perusahaan merupakan kegiatan lanjutan. Bukan bangunan baru yang dibangun dari nol.
Sebagai contoh, kegiatan lanjutan yang tidak bisa dilaksanakan menggunakan dana kompensasi yakni, penyelesaian rumah sakit di Stagen Kotabaru.
Sebaliknya, komitmen dari perusahaan bersedia membangun yang dimulai dari nol atau bangunan baru. Contohnya bukan lanjutan pembangunan penyelesaian rumah sakit Stagen.
“Nah, kalau kegiatan lanjutan, maka ada keterkaitan dengan dana APBD sebelumnya. Perusahaan ingin ketika bangunan itu dihibahkan murni,” ujar Syairi kepada wartawan, Selasa (25/1).
Syairi berharap Pemkab Kotabaru segera melayangkan surat ke manajemen perusahaan pusat untuk membicarakan kembali ihwal perencaan tersebut.
Perencanaan serta pembangunan diserahkan diserahkan pula ke pihak perusahaan, sehingga Pemda Kotabaru murni hanya menerima bangunan fisik.
“Nah, agar tidak terjadi lagi keterlambatan, juga akan diberikan batas waktu pelaksanaan realisasinya,” tegas Syairi.
Sekda Kotabaru Said Akhmad, menambahkan berkenaan dengan usulan dalam perencanaan yang disampaikan ke perusahaan tidak disetujui manajemen pusat.
Perusahaan beralasan tidak bisa melanjutkan pembangunan fisik lanjutan, karena berkaitan langsung dengan dana APBD Kotabaru.
Said mengakui ihwal perencanaan yang tidak siap lantaran bersifat mendadak. Namun Pemkab Kotabaru telah menyampaikan pada perusahaan.
Menjadi persoalan perencanaan dihadapkan dengan tidak sesuai kondisi fisik di lapangan.
Said mencontohkan, infrastruktur jalan yang akan dibangun dengan panjang yang telah ditentukan. Namun, faktanya ada kerusakan lagi sehingga harus menyesuaikan dari segi anggaran.
“Jadi, kita sudah sepakat dengan semua peserta rapat dengar pendapat, agar tidak terlambat lagi, maka perusahaan diminta untuk membangun dan include dengan perencanannya,” tandas Sekda.
Mewakili manajemen STC, Karan mengatakan perusahaan berkomitmen berkenaan dengan realisasi kompensasi tambang sesuai kesepakatan.
Manajemen tidak bisa melanjutkan bangunan fisik lanjutan seperti yang diajukan dalam perencanaan. Hal itu menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi terhadap bangunan sebelumnya.
“Misalkan kita melanjutkan, lalu terjadi apa-apa, pasti yang disalahkan STC,” ujar Karan.