bakabar.com, JAKARTA – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut kehadiran perdagangan karbon di Indonesia akan berdampak positif terhadap pengelola PLTU.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan bahwa perdagangan karbon akan membuat biaya operasional pengelolaan PLTU menjadi lebih efisien. Dalam jangka panjang, hal itu akan menguntungkan PLTU.
“Kalau emisinya rendah, logikanya pembakaran batu baranya akan lebih sedikit. Kalau lebih sedikit bisa jadi biaya operasinya lebih rendah,” ujarnya kepada bakabar.com, Jumat (24/2).
Fabby menjelaskan dalam skema perdagangan karbon, pengelola PLTU harus memenuhi ambang batas atas emisi. Ambang batas tersebut nilainya bergantung dari kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing PLTU.
Baca Juga: Turunkan Emisi GRK, Cirebon Power Dukung Kebijakan Perdagangan Karbon
Jika nantinya PLTU tersebut memiliki kapasitas emisi di bawah ambang batas, maka selisih antara pencapaian ambang batas tersebut bisa dijual ke pasar. "PLTU yang tidak bisa menurunkan emisinya, bisa menurunkan dengan membeli yang tadi yang punya kelebihan di pasar karbon," jelasnya.
Salah satu hal penting bagi PLTU terkait perdagangan pasar karbon, hanya dapat dilakukan jika ada pihak lain yang menjual kelebihan tersebut. Namun, jika PLTU melebihi ambas batas dan tidak menemukan pembelinya di pasar karbon, pengelola akan dikenakan pajak.
“Kalau PLTU tidak bisa beli atau tidak bisa mendapatkannya di pasar karbon maka pengelola harus membayar pajak. Konsep itu yang dikenal Mark-to-Market (MTM) Tax,” pungkasnya.
Baca Juga: Capai Net Zero Emission, ESDM Perdagangkan Karbon PLTU Tahun Ini
Melalui kebijakan itu, diperkirakan dalam kurun waktu satu tahun, setiap pengelola PLTU akan menjalankan operasinya dengan jumlah emisi yang lebih sedikit.
Mulai tahun ini, perdagangan karbon bagi subsektor pembangkitan akan diberlakukan. Dalam keterangannya, Menteri ESDM Arifin Tasrif berharap perdagangan karbon bisa mempercepat transisi energi dan menekan emisi secara maksimal.
Pelaksanaan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik tersebut terbagi atas 3 fase. Fase pertama dilaksanakan pada PLTU batu bara yang terhubung pada jaringan listrik PLN.
Pada fase dua dan tiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil dan PLTU batu bara yang tidak terhubung dengan jaringan PLN. Diketahui, terdapat 99 pengelola PLTU di Indonesia yang ikut serta dalam perdangan karbon tahun ini.