bakabar.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menemukan angka kemiskinan ekstrem sebesar 0.89%, melalui survei yang dilaksanakan pada rentan waktu antara Maret-September 2022.
Dalam temuan ini BPS mengklaim bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan terkait kategori kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Inilah mengapa, meski angka kemiskinan turun, namun kemiskinan ekstrim tetap terdeteksi.
Kepala Bagian Umum BPS Jakarta, Suryana menjelaskan jika ada beberapa kategori pembeda dalam kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
"Kemiskinan umum itu menggunakan garis batas garis kemiskinan. Sementara garis kemiskinan ekstrem itu angkanya lebih rendah lagi di angka setara 1,9 dolar per purchasing power parity atau yang lebih dikenal sebagai daya beli," kata Suryana pada bakabar.com, Senin (30/01).
Baca Juga: Indonesia Mengutuk Keras Pembakaran Al Quran oleh Ekstremis di Swedia
Ia melanjutkan jika penduduk yang dikategorikan dalam kemiskinan ekstrem yakni jika pengeluaran perkapita harian di bawah Rp11.633, atau secara akumulasi, pengeluaran rumah tangga mereka tak lebih dari Rp.350.000 per bulan.
"Kalau dikonversikan ke rupiah senilai Rp11.633 per orang per hari, atau Rp350.000 per orang per bulan. Jadi orang akan terkategori sebagai penduduk miskin ekstrim kalo pengeluaran per kapita per harinya itu di bawah Rp11.633 rupiah tadi atau secara akumulasi rumah tangga di bawah Rp350.000 per kapita per bulan," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menghimbau kepada seluruh jajaran dan pimpinan daerah, agar mengentaskan angka kemiskinan dalam tenggat dua tahun, hingga 2024 mendatang. Target penurunan kemiskinan 7% dan kemiskinan ekstrim 0% ini dinilai cukup sulit tercapai, oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono.
Baca Juga: Potret Nelayan Muara Angke Arungi Cuaca Ekstrem di Laut demi Keluarga
Ia menuturkan jika melihat trend data, target yang dipasang bisa dikatakan cukup sulit untuk dicapai dalam waktu dua tahun, mengingat kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat sistemik.
"Kalau melihat trend data kemiskinan pada 2022 sebesar 9,5% dan kemiskinan ekstrim kita di angka 2.04%, dengan target penurunan kemiskinan di 7% dan kemiskinan ekstrim 0% sepertinya agak sulit rasanya untuk mencapai," tuturnya.
Menurutnya perlu ada perbaikan sistematik untuk kejar percepatan tersebut.
"Perlu ada perbaikan yang sistematik mengenai tata kelola penanggulangan kemiskinan, jadi berangkat dari perbaikan tata kelola, diantaranya adalah perbaikan dari data," ungkap Yuwono.
"Untuk mencapai target tadi, kalau kita melakukan bisnis as usual agak sulit mencapai target pemerintah, tapi kita perlu berupaya bagaimana melakukan percepatan melakukan tata kelola baru agar target 2024 itu bisa dicapai," tutupnya.