bakabar.com, SURABAYA - Bareskrim Polri mengungkap kasus penimbunan solar bersubsidi di Pasuruan, Jawa Timur. Tiga tersangka diringkus. Mereka untung ratusan juta rupiah.
Pengungkapan ini dilakukan oleh Bareskrim sejak Selasa (4/7) tadi. Bermula dari kelangkaan solar bersubsidi di Pasuruan saat itu.
Polisi pun melakukan pemantauan di sejumlah SPBU Kecamatan Purwosari dan Gempol. Hasilnya, terdapat beberapa truk yang melakukan pembelian solar secara tak wajar dalam jumlah banyak.
Baca Juga: Bareskrim Polri Ringkus Penimbun Solar Subsidi di Pasuruan
"Truk itu melakukan pengisian lebih dari satu kali di SPBU dengan modus mengganti plat nomor dan QR Code agar bisa membeli berulang," ucap Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Hersadwi Rusdiyono, Selasa (11/7) siang.
Dalam pengungkapan itu polisi mengamankan dua truk yang membeli BBM di daerah tersebut. Masing-masing membawa 800 liter solar subsidi.
Menurut keterangan sopir truk, solar itu akan dibawa ke dua gudang di Pasuruan. Yakni di Jalan Komodor Yos Sudarso dan Jalan Kyai Sepuh. "Gudang itu lalu disegel pada 6 dan 7 Juli 2023," ucapnya
Tiga tersangka yang ditangkap adalah Abdul Wachid, Bahtiar dan Sutrisno.
Abdul Wachid adalah pemilik modal, Direktur PT MCN. Dia residivis dengan kasus serupa pada 2018 lalu.
"Tersangka AW (Abdul Wachid) telah menjalankan aksinya sejak 2016," ungkap Hersadwi.
Sedangkan Bahtiar adalah pengatur keuangan. Sementara Sutrisno sebagai penyedia truk untuk membeli solar bersubsidi seharga Rp6.800 per liter.
Baca Juga: Tersandung Solar Ilegal, Ketua Golkar Tanah Bumbu Dicopot
Hasil pembelian solar bersubsidi itu lalu dikumpulkan. Kemudian dijual kembali dengan harga non subsidi; Rp9.000 per liter ke sejumlah pelanggan di Jawa Timur.
"Rata-rata penjualan mencapai 300 ribu liter per bulan. Keuntungan sekitar Rp660 juta per," bebernya.
Kini, tersangka telah dititipkan di Tahti Polda Jatim. Selanjutnya akan dibawa ke Rutan Bareskrim Polri di Jakarta. Para tersangka itu dikenakan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi.
"Ancaman pidana paling lama 6 tahun dan denda Rp60 miliar," tutup Hersadwi.