bakabar.com, JAKARTA - Pertemuan internasional berlangsung di Semarang pada 14 - 16 Maret 2023 membahas konservasi keanekaragaman hayati dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk pemulihan ekonomi dan ekosistem di cagar biosfer.
Pertemuan yang digagas Komite Nasional Program MAB-UNESCO Indonesia-BRIN, UNESCO Jakarta Office, dan ICESCO, juga membahas tentang peningkatan kapasitas solusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta dampak Covid-19.
Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Anang Setiawan Achmadi mengemukakan keberadaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) di Riau dirancang untuk menyelaraskan antara konservasi keanekaragaman hayati dengan kepentingan sosial-ekonomi, sekaligus melestarikan nilai-nilai budayanya.
Sebagai informasi, cagar biosfer adalah kawasan yang terdiri dari ekosistem unik, asli atau terdegradasi. Akan tetapi, keberadaannya dilindungi serta dilestarikan untuk tujuan penelitian dan pendidikan.
"Cagar Biosfer GSK-BB merupakan cagar biosfer pertama di dunia yang diprakarsai dan dikelola bersama oleh sektor swasta dan publik," ujarnya.
Baca Juga: Perlindungan Hak Masyarakat Adat, BRWA: Masih Lemah
Kawasan itu ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh MAB-UNESCO pada tahun 2009 meliputi 705.271 hektar lahan gambut yang terbagi atas beberapa zona. Zona inti seluas 25 persen, zona penyangga (32 persen), dan zona transisi (43 persen) di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak, Riau, Sumatera.
"GSK-BB merupakan salah satu hutan gambut tropis terbesar di Sumatera yang memiliki peran penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta mengubah gaya hidup masyarakat lokal ke arah penghidupan yang lestari dan berkelanjutan," ungkapnya.
Di samping itu, Cagar Biosfer GSK-BB merupakan habitat bagi satwa liar karismatik seperti harimau sumatera, gajah sumatera, beruang madu dan tapir. "Namun, beberapa kawasan hutan pada lanskap ini telah terdegradasi karena kebakaran hutan dan kegiatan illegal lainnya," ungkap Anang.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Komite Nasional MAB UNESCO Indonesia-BRIN Y. Purwanto menegaskan bahwa pengelolaan Cagar Biosfer GSK-BB harus dilakukan secara bersama-sama.
“Cagar Biosfer GSK-BB menjadi sarana untuk melaksanakan komitmen Bangsa Indonesia dalam melaksanakan berbagai konvensi terkait dengan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim” terangnya.
Baca Juga: 15 Ribu Warga di Blora Terima SK Perhutanan Sosial dari Jokowi
Sementara itu, Belantara Foundation yang diundang pada pertemuan itu memaparkan pembelajaran tentang kemitraan pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), Riau kepada dunia internasional.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna menjelaskan tentang peran penting setiap sektor yang berfokus pada program restorasi ekosistem, proteksi dan konservasi keanekaragaman hayati serta pemberdayaan masyarakat.
Sejak tahun 2020 hingga 2023, Belantara Foundation bersama pemangku kepentingan setempat telah merestorasi lahan gambut yang terdegradasi di kawasan Cagar Biosfer GSK-BB dengan menanam spesies pohon asli dan terancam punah. "Hingga kini, total area yang telah direstorasi seluas 75 hektar," ujar Doli.
Selain itu, Belantara Foundation juga mendukung LSM lokal untuk melestarikan gajah sumatra beserta habitatnya. Implementasi yang dilakukan yaitu membantu mengembangkan dan memberikan peningkatan kapasitas bagi enam kelompok masyarakat desa untuk memitigasi konflik manusia-gajah, membangun menara pemantauan, dan melakukan edukasi.
"Termasuk penyadartahuan di tujuh sekolah dasar yang berdampingan dengan habitat gajah, patroli mitigasi konflik manusia-gajah dengan luas area lebih kurang 88.000 hektar," ungkapnya.
Baca Juga: Komitmen PUPR Wujudkan Konstruksi Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Tidak hanya itu, Doli memaparkan upaya mendukung masyarakat lokal untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif. Dukungan tersebut berupa memberikan peningkatan kapasitas untuk budidaya madu dan budidaya ubi kayu, memasang 45 papan nama yang menginformasikan bahaya kebakaran hutan, larangan pembakaran hutan, dan larangan penebangan liar.
Selain itu, Belantara Foundation juga mendukung dan mengembangkan Stasiun Penelitian Lahan Gambut Humus di Cagar Biosfer GSK-BB untuk penelitian jangka panjang tentang ekosistem lahan gambut dan keanekaragaman hayati.
"Stasiun penelitian itu, menyediakan fasilitas, infrastruktur, serta peningkatan kapasitas bagi mahasiswa, dosen, peneliti dan praktisi," ujar Dolly yang juga sebagai Ketua LPPM Universitas Pakuan.
Dia menambahkan, "Kami berharap stasiun penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk melakukan kajian jangka panjang terkait ekologi dan keanekaragaman hayati hutan gambut. Kami mengundang mitra yang punya komitmen terkait hal ini."