bakabar.com, JAKARTA - Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengungkapkan masyarakat DKI Jakarta masih melanggengkan membuang sampah dan limbah langsung ke sungai.
Hal itu menyebabkan sejumlah sungai di wilayah DKI Jakarta menjadi kotor, serta menyebabkan aroma bau yang tidak sedap.
"Penyebab utama yakni hampir sebagian besar warga dari tingkat rumah tangga, pertokoan, perkantoran, serta industri rumah tangga hingga besar, masih membuang sampah dan limbah ke kali terdekat," kata Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga kepada bakabar.com, Selasa (6/12).
Baca Juga: Polusi Udara dan Bau Pesing Mengepung Jantung Ibu Kota Jakarta
Menurut Nirwono, Jakarta belum memiliki saluran air limbah yang terpisah dengan saluran drainase yang mengalir ke sungai. Kondisi tersebut menyebabkan bercampurnya limbah dengan air sungai.
"Sementara kota kita belum memiliki saluran air limbah yang terpisah dengan saluran air kota yg mengalir ke kali/sungai sehingga sampah/limbah yang dibuang ke saluran air bercampur dan terbuang ke kali/sungai juga," ujarnya.
Sementara itu, ia menjelaskan tidak semuanya memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL) komunal. Sehingga air limbah yang dihasilkan rumah tangga langsung dibuang ke sungai.
Kendati begitu, Nirwono mengatakan agar seluruh industri wajib ada IPAL komunal. Dan memberikan sanksi yang tegas kepada seluruh masyarakat yang masih membuang sampah ke kali tersebut.
"Setiap pengelola industri wajib dilengkapi IPAL komunal sesuai tingkat skala industrinya, pemerintah daerah harus melakukan inspeksi. Audit, dan sanksi tegas kepada seluruh pengelolaan industri yang berada dekat kali/sungai yg masih membuang langsung ke kali/sungai," pungkasnya.
Baca Juga: Ironi Jakarta, Kota Metropolitan Dikelilingi Sungai yang Penuh dengan Sampah
Sebagai informasi, Jakarta dikenal sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Selain mengancam kesehatan, kondisi tersebut juga dapat mengurangi kualitas hidup warga.
BMKG mencatat konsentrasi partikulat PM 2,5 di Jakarta tahun 2022 ada di atas level 77 µg/m3 (mikrogram per meter kubik).
Hal ini menandakan kualitas udara Jakarta dalam kondisi mengkhawatirkan. Karena itu, perlu keseriusan pemerintah untuk mengatasi masalah yang berkontribusi pada batas konsentrasi polusi udara tersebut.