bakabar.com, BANJARMASIN – Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Selatan (Bawaslu Kalsel) enggan buka-bukaan terkait hasil kajian dugaan pelanggaran pemilu petahana Sahbirin Noor. Lantas apakah sudah benar Bawaslu bersikap demikian?
Pengamat Hukum dan Politik Kalimantan Herdiansyah Hamzah menilai keengganan Bawaslu lantaran hasil kajian dugaan pelanggaran termasuk kategori informasi yang dikecualikan sebagaimana yang ditetapkan oleh pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) Bawaslu RI melalui penetapan nomor 0083 tahun 2018.
“Tapi Bawaslu juga tidak perlu kaku dalam penerapannya, sebab UU 14/2018 tentang kebebasan informasi publik, yang notabene peraturan yang jauh lebih tinggi, memerintahkan agar setiap badan publik terbuka dan transparan,” ujarnya dihubungi bakabar.com, Sabtu (14/11).
Sekalipun harus memberikan dokumen hasil kajian, menurut Castro, sapaan karibnya, Bawaslu tetap bisa memaparkan secara mendetail mengapa kasus tersebut harus dihentikan.
“Yang pasti, publik butuh penjelasan kenapa kasus dihentikan. Bawaslu tidak bisa bermain kucing dalam karung, sebab ada hak publik juga untuk mendapatkan informasi terhadap kasus yang ditangani Bawaslu,” ujar Dosen Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman ini.
Senada, Fikri Hadin, Pengamat Hukum dan Politik Kalimantan Selatan mengatakan hasil kajian dugaan pelanggaran bisa dibuka asalkan ada upaya hukum oleh pelapor.
“Sehubungan dengan dokumen hasil kajian tentang pelanggaran yang dikeluarkan Bawaslu Kalsel yang tidak dapat diberikan karena sesuai aturan dokumen tersebut dikecualikan berdasarkan aturan yang ada di Bawaslu. Terkecuali jika ada upaya hukum selanjutnya dilakukan ke pengadilan maka dapat dibuka secara resmi melalui mekanisme peradilan,” ujar Dosen Hukum Tata Negara Universitas Lambung Mangkurat ini kepada bakabar.com, Sabtu (14/11) malam.
Namun, kata dia, berdasarkan norma yang ada di Undang-Undang maupun aturan pelaksana dari UU tidak mengatur secara rigid mengenai hal itu.
“Masih banyak ternyata hal yang belum diatur secara rigid mengenai penanganan penegakan hukum di masa pilkada kali ini,” akunya.
Lain lagi jika berbicara UU tentang Pilkada yang menurutnya terkesan tambal sulam sama seperti kekhawatiran Presiden Jokowi pada 2016 yang kala itu mengajukan usul perubahan yang sifatnya permanen dan tidak tambal sulam.
Yang menjadi problem saat ini adalah dalam hal memahami norma UU Pilkada. Untuk penegakan hukumnya sendiri, diakuinya masih banyak ditemukan beda tafsir lembaga pengawas pemilu di berbagai daerah.
“Ke depan hal ini perlu didorong agar diatur secara eksplisit dan sehingga mendorong akuntabilitas guna menjadi penilaian publik terhadap kinerja dari badan pengawas sendiri dikarenakan limitasi waktu yang diamanahkan UU terhadap Bawaslu dalam menegakkan hukum kepemiluan juga terbatas pada masa tahapan sedang berlangsung saja,” ujar jebolan magister ilmu hukum Universitas Gadjah Mada ini.
Bawaslu Kalsel telah menghentikan pengusutan sejumlah laporan dugaan pelanggaran Sahbirin Noor, calon gubernur Kalsel nomor urut 1. Pelapornya Denny Indrayana, calon gubernur Kalsel nomor urut 2.
Terpisah, Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kalsel Azhar Ridhanie bilang kajian dugaan pelanggaran termasuk informasi yang dikecualikan sesuai PPID Bawaslu RI No.0083/BAWASLU/H2PI/HM.00/V/2018.
“Kami sudah sampaikan kepada pelapor bahwa sesuai dengan aturan itu adalah dokumen yang dikecualikan,” jelasnya kepada bakabar.com, Sabtu (14/11).
Aldo, begitu kerap ia disapa, berkata jika pihaknya dapat memberikan hasil kajian dugaan pelanggaran jika ada upaya hukum dari pelapor.
“Bisa Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, TUN [Pengadilan Tata Usaha Negara] atau bisa juga melalui mekanisme koreksi ke Bawaslu RI,” ujarnya.
Sejak Oktober kemarin, Denny Indrayana bersama tim mulai melaporkan dugaan pelanggaran Pilgub Kalsel yang mengarah ke Sahbirin Noor.
Mereka menduga Paman Birin sapaan Sahbirin melakukan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masih (TMS).
Inkumben yang menjadi penantangnya dituding menabrak pasal 71 ayat 3 UU Nomor 10/20167 tentang Perubahan Kedua UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Ayat 3 pasal itu berbunyi, “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota, dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.”
Seiring berjalannya waktu, 4 laporan dugaan pelanggaran administrasi itu dimentahkan Bawaslu Kalsel.
Pertama dengan nomor laporan 03/REG/LP/PG/Prov/22.00/XI/2020, laporan kedua 04/REG/LP/PG/Prov/22.00/XI/2020.
Kemudian laporan ketiga dengan nomor 05/REG/LP/PG/Prov/22.00/XI/2020, dan terakhir 06/REG/LP/PG/Prov/22.00/XI/2020.
Alasan tidak ditindaklanjuti Bawaslu Kalsel karena laporan yang diberikan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan.
“Semuanya dihentikan karena pleno menyatakan peristiwa yang dilaporkan tidak cukup bukti untuk memenuhi unsur sebagaimana Pasal 71 ayat 3 UU 10/2016 tentang Pilkada,” ucap Aldo, Kamis (12/11) lalu.
Awal November kemarin, Denny mendatangi Sekretariat Bawaslu Kalsel dengan membawa 107 alat bukti dugaan pelanggaran.
Bawaslu Kalsel juga telah menggugurkan laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu yang bersifat TSM itu.
Keputusan diambil Bawaslu Kalsel melalui sidang pendahuluan. Terdapat sejumlah alasan Bawaslu Kalsel menolak laporan dugaan pelanggaran.
Pertama dari bukti-bukti yang disampaikan pelapor, kata dia, pelapor mendalilkan bahwa 107 bukti itu rentan waktu peristiwanya sebelum penetapan pasangan calon.
Sedangkan proses atau mekanisme penanganan pelanggaran administratif itu waktunya dimulai dari pendaftaran pasangan calon sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara.
“Oleh karena itu laporan yang disampaikan tidak terpenuhi syarat materiil-nya,” kata Aldo.
Memang, sambung dia, pelapor menyatakan bukti-bukti itu disesuaikan dengan pasal yang disangkakan, yakni Pasal 71 ayat 3 UU 10/2016 tentang Pilkada.
Menurut Aldo, Pasal 71 ayat 3 belied tersebut beririsan dengan penanganan pelanggaran administratif secara TSM.
“Namun Pasal 71 ayat 3 ini kalau melihat trase-nya, rentan waktunya 6 bulan sebelum penetapan sampai ditetapkan calon terpilih,” jelasnya.
Untuk pelanggaran administratif TSM, tambah dia, dimulai pada pendaftaran pasangan calon ke KPU Kalsel sampai pada pemungutan dan penghitungan suara.
“Jadi ini yang menjadi pertimbangan bahwa secara materiil tidak terpenuhi. Dan tak bisa melanjutkan laporan ini pada tahap persidangan pemeriksaan,” pungkasnya.
Denny lantas merasa kecewa. Terlebih, menurutnya, Bawaslu tak transparan terkait hasil kajian dugaan pelanggaran petahana Sahbirin Noor.
“Tadi subuh diinfokan lagi bahwa empat laporan ulun [saya] dihentikan lagi oleh Bawaslu Kalimantan Selatan, ini mengecewakan, ini menguji lagi kesabaran, pencarian keadilan kita,” ujar Denny dalam sebuah video yang dirilis tim pemenangannya, kemarin lusa.
Ada sejumlah hal yang dikomentari Denny, yang pertama, terkait hasil kajian dugaan pelanggaran.
“Kami sudah meminta hasil kajian Bawaslu itu diserahkan ke kami dan jawaban Bawaslu provinsi tidak bisa diberikan karena rahasia,” ujarnya.
Menurutnya, hasil kajian itu penting dibuka Bawaslu Kalsel guna mengetahui secara detail mengapa pengaduannya dihentikan.
“Untuk kemudian kami mengajukan keberatan ke Bawaslu RI,” jelasnya.
Kedua, terkait 107 bukti dugaan pelanggaran pemilu petahana Sahbirin Noor.
Denny mengambil contoh satu laporan yang berisi bantuan pemberian beras sembako yang dikatakan menggunakan duit pribadi terlapor.
Menurut Denny semua itu harusnya bisa dibuktikan Bawaslu Kalsel melalui sidang terbuka.
“Panggil aparat sekretariat daerah provinsi, kepala dinas sosial, bagian kesejahteraan masyarakat, dari mana uangnya. Dan tidak hanya uang. Dalam undang-undang, gubernur dilarang menyalahgunakan program, kewenangan, dan kegiatan enam bulan sebelum ditetapkan sebagai calon yang menguntungkan gubernur dan merugikan pasangan calon yang lain,” ujarnya.
Bantuan pemberian beras sembako disoal Denny lantaran di dalam bakul bertuliskan bantuan Covid-19 itu terdapat beras dengan gambar Sahbirin Noor yang hampir sama dengan kertas suara, gambar-gambar kampanye, baliho dan bahan spanduk.
“Itu apakah bukan penyalahgunaan?” ujarnya. “Saksinya ada. Saksi yang membungkus beras itu adalah pegawai yang dipaksa membungkus beras,” sambung pakar hukum tata negara ini.
Saksi yang dimaksud, kata Denny, sudah pernah ia datangkan ke Bawaslu Kalsel dalam suatu agenda pemeriksaan.
“Sudah kami datangkan. Jelas penyalahgunaan kewenangan, jelas penyalahgunaan program bantuan Covid-19, jelas penyalahgunaan kegiatan karena kami menyertakan bukti-bukti video. Yang menunjukkan dalam narasinya yang diajak dalam pemberian sembako itu adalah Tim Gugus Tugas Covid-19,” jelasnya.
Dengan sederet bukti yang dipaparkan Denny meminta masyarakat ikut menilainya.
Pasalnya di daerah lain penyalahgunaan bantuan Covid-19 serupa sudah direkomendasikan pembatalan atau diskualifikasi pasangan calon oleh Bawaslu setempat.
“Kenapa daerah lain berani dan bisa?” tanya Denny Indrayana. “Kenapa Bawaslu Kalsel berbeda?”
Denny merujuk Ilyas Panji Alam-Endang Putra Utama Ishak, paslon petahana di Ogan Ilir yang didiskualifikasi oleh KPU setempat karena dianggap melakukan pelanggaran administrasi Pilkada.
“Yang terancam didiskualifikasi terkait foto yang terpasang di beras bansos,” ujarnya.
Ke depan, Denny menyatakan siap. Untuk melanjutkan perjuangannya. Untuk membuktikan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan petahana. Baik yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), maupun pelanggaran administratif.
“Insyaallah ulun kada beampihan (tidak selesai) memperjuangkan ini sampai titik peluh (keringat) penghabisan, kada beunduran (tidak mundur). Kita akan mengajukan keberatan. Ke jalur-jalur yang dimungkinkan oleh perundang-undangan,” ujarnya.
Jalur dimaksud, diterangkan Denny, adalah Bawaslu RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan forum-forum lain yang memungkinkan memperjuangkan keadilan pemilu.
“Agar Kalsel menjadi contoh. Tidak boleh kecurangan itu menang. Tidak boleh keadilan itu dikalahkan berbagai kekuatan di luar logika hukum yang sebenarnya,” ujarnya.
Usai Tolak Angin, Tim Denny Kirim Ungkapan Duka Cita ke Bawaslu Kalsel