Group photo at STOVIA, COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret bij het gebouw van de Stovia. Foto: Wikimedia commons
bakabar.com, JAKARTA – Pendidikan Indonesia pada masa kolonial Belanda merupakan bentuk dari politik balas budi yang dimulai pada tahun 1901.
Berdasarkan prinsip-prinsip politik etis, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan pendidikan yang mencakup dua poin inti, yakni, pendidikan dan pengetahuan gaya Barat diberikan kepada warga pribumi.
Pendidikan menggunakan bahasa Belanda sebagai medium pengajaran dan pemberian pendidikan dasar kepada golongan pribumi disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka.
Berikut adalah tingkat Pendidikan Indonesia pada masa kolonial Belanda yang dikutip dari jurnal Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Pendidikan Tingkat Dasar 1. Sekolah Rendah Eropa (Europeesch Lagere School / ELS): Sekolah ini merupakan institusi pendidikan dasar berbahasa Belanda yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Belanda dan golongan Eropa lainnya. Mereka mendapatkan pendidikan dengan standar Eropa.
2.Sekolah Bumiputra Kelas 1 (Inlandsch School Eersteklasse): Terdiri dari dua jenis, yaitu Sekolah Cina-Belanda (Holandsch-Chineesche School) yang diperuntukkan bagi anak-anak Tionghoa, dan Sekolah Rendah Bumiputra-Belanda (Hollanddsch-Inlandsch School) yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi. Pendidikan pada sekolah ini juga dilakukan dalam bahasa Belanda.
2. Sekolah Tinggi Hukum (Rechtschool): Menyediakan pendidikan di bidang hukum.
3. Sekolah Tinggi Kedokteran Termasuk STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), dan GHS (Geneeskundige Hoogeschool Surabaya). Sekolah-sekolah ini melatih dokter-dokter pribumi. STOVIA saat ini dikenal sebagai Fakultas Kedeokteran Univeristas Indonesia.Foto murid dari sekolah STOVIA. Foto: COLLECTIE TROPENMUSEUM Leerlingen van de School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) Doctor Jawa/wikimedia commons
4. Sekolah Pelatihan untuk Kepala atau Pejabat Pribumi: Seperti OSVIA (Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren), yang melatih calon pegawai negeri sipil pribumi.Isaac Cassutto, docent aan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandse Ambtenaren), te midden van studenten, Probolinggo, ca. 1921 Coll. Rob Cassuto. Foto: grego sugimin/Pinterest
Semua tingkatan pendidikan ini mencerminkan upaya kolonial Belanda dalam memenuhi kebutuhan administratif, ekonomi, dan sosialnya, sambil mengontrol akses pendidikan dan merumuskan orientasi budaya yang sesuai dengan kepentingan mereka.
Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu, pendidikan juga menjadi sarana bagi kalangan nasionalis untuk membangkitkan semangat kemerdekaan dan identitas nasional Indonesia.