bakabar.com, JAKARTA – Continuum Data Indonesia, perusahaan konsultan & riset pemasaran dengan berfokus pada konsep ekonomi & solusi big data memaparkan hasil survei terbarunya.
Riset Continuum didasarkan atas maraknya ajakan untuk tidak membayar pajak di tengah ramainya kasus yang melibatkan oknum pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kondisi itu diperburuk dengan maraknya dugaan kasus pencucian uang hingga aksi pamer harta kekayaan oleh sejumlah pejabat. Belum lagi, banyak pejabat DJP yang kedapatan memiliki sejumlah aset bernilai fantastis, namun tidak sesuai dengan profiling dan gaji perbulannya.
“Akhirnya timbul pertanyaan apakah rakyat jadi malas untuk membayar pajak, ternyata jawabannya tidak,” ujar Data Analyst Continuum, Maisie Sagita dalam diskusi Taat Bayar Pajak di Era Fenomena Pejabat Pamer Harta yang digelar secara virtual, Selasa (28/3).
Baca Juga: Kanwil DJP: Sektor Perdagangan Sumbang Pajak Terbesar di Jakarta Utara
Analsis itu dihasilkan dari data yang diolah berdasarkan jumlah narasi atau ajakan untuk tidak membayar pajak. Data yang diolah didasarkan atas jumlah perbincangan yang tercatat di media sosial Twitter.
Twitter dipilih karena media sosial microblogging itu banyak digunakan oleh masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan kritiknya terhadap isu yang sedang mendapat sorotan.
Dari data yang dikumpulkan, dengan total 680 ribu perbincangan, ternyata hanya 13 ribu yang mendorong narasi itu. Artinya hanya dua persen dari total pengguna Twitter yang setuju untuk tidak membayar pajak.
Jumlah tersebut menunjukan bahwa mayoritas masyarakat masih terdorong untuk membayarkan pajak.
Baca Juga: Eks Penyidik KPK Dukung Irjen Kemenkeu Audit Kinerja Pegawai Pajak Bermasalah
“Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bahwa terjadi pertumbuhan jumlah pelapor SPT yang mencapai 40 persen per Februari 2023,” kata Maisie.
Narasi tersebut juga didorong dari keluhan masyarakat yang melihat banyaknya pejabat yang memamerkan kemewahan (flexing) sementara rakyat harus kelelahan dan tetap dipaksa membayar pajak.
“Korupsi dan gaya hidup pejabat yang mewah itu menimbulkan rasa penurunan kepercayaan publik hingga mengakibatkan masyarakat menjadi malas membayar pajak,” ucapnya.
Baca Juga: Soal Transaksi Rp300 Triliun, Indef: Picu Masyarakat Enggan Bayar Pajak
Dengan fenomena itu, Continum mengingatkan pemerintah untuk selalu waspada. Pasalnya, narasi malas membayar pajak dapat kembali mencuat bila pemerintah tidak melakukan sejumlah langkah perbaikan.
“Supaya narasi atau ajakan malas membayar pajak ini tidak semakin meluas, maka sesegera mungkin pemerintah perlu mengevaluasi diri,” pungkasnya.