bakabar.com, JAKARTA – Paus Fransiskus membahas keselamatan kelompok minoritas Kristen di Irak dengan seorang ulama Islam Syiah terkemuka, pada hari kedua lawatan bersejarahnya ke negara itu.
Kantor Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pemimpin spiritual jutaan Muslim Syiah, mengatakan pembicaraan tersebut menekankan perdamaian.
Sang Ayatollah menerima Paus di rumahnya di kota suci Najaf.
Dikutip dari Detikcom, lawatan ke Irak merupakan kunjungan internasional pertama Paus sejak awal pandemi-dan lawatan pertama pemimpin Katolik dunia ke Irak.
Covid-19 dan kekhawatiran soal keamanan menjadikan kunjungan ini sebagai lawatan Paus yang paling berisiko.
Pemimpin gereja Katolik berusia 84 tahun itu sebelumnya berkata kepada wartawan bahwa ia merasa “terikat oleh tugas” untuk melakukan perjalanan “simbolik” ke berbagai situs di Irak.
Apa yang dibicarakan oleh para pemimpin agama?
Kelompok minoritas Kristen Irak telah dilanda gelombang kekerasan sejak invasi yang dipimpin AS ke negara itu pada tahun 2003.
Audiensi dengan sang ayatollah yang dikenal sebagai penyendiri jarang terjadi tetapi dia menerima Paus selama sekitar 50 menit, berbicara tanpa mengenakan masker.
Ayatollah Agung al-Sistani “menegaskan kepeduliannya bahwa warga Kristen harus hidup dalam perdamaian dan keamanan seperti semua warga Irak, dan dengan hak konstitusional mereka secara penuh “.
Paus Fransiskus berterima kasih kepada Ayatollah karena telah “mengangkat suaranya untuk membela mereka yang paling lemah dan paling teraniaya” selama masa-masa paling kejam dalam riwayat Irak, lansir kantor berita Associated Press.
Pesan perdamaian pemimpin Syiah itu, katanya, menegaskan “kesucian hidup manusia dan pentingnya persatuan rakyat Irak”.
Paus Fransiskus setelah ini akan berangkat ke kota kuno Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim, tokoh sentral bagi agama Islam, Kristen, dan Yahudi.
Sekitar 1000 anggota Pasukan Keamanan Irak dikerahkan untuk melindungi Paus selama kunjungannya, sementara larangan keluar rumah juga diterapkan untuk membatasi penyebaran virus corona.
Beberapa kelompok militan Syiah dilaporkan menentang lawatan ini, menyebutnya sebagai bentuk campur tangan Barat dalam urusan negara Irak.