bakabar.com, MAGELANG - Pasar Rejowinangun adalah pasar terbesar di Kota Magelang. Pasar ini menjadi saksi hidupnya perekonomian di Kota Sejuta Bunga sejak masa kolonial.
Meski belum ada catatan sejarah tertulis resmi yang menyebut tanggal berdirinya, tapi berdasarkan peta kuno koleksi Arsip Perpustakaan Daerah Kota Magelang Pasar Rejowinangun sudah eksis pada 1923.
"Sejarah Pasar Rejowinangun berkesinambungan dengan adanya jalur kereta milik Nederlandsch-Indische Spoorweg yang dulu melintas di kawasan ini," kata Pegiat Sejarah Kota Toewa Magelang, Bagus Priyatna, Senin (11/6).
Kala itu, sebelum berdiri bangunan permanen yang kokoh, masyarakat melakukan transaksi jual beli sembari menunggu 'Sepur Kluthuk'.
Sepur Kluthuk adalah sebutan untuk kereta berbahan dasar kayu yang menjadi sarana transportasi di masa kolonial.
Penumpang yang datang atau pergi dari Magelang singgah untuk melakukan transaksi di Stasiun Magelang Pasar.
Tak hanya masyarakat yang hendak naik ke kereta, para penumpang turun dari kereta dengan membawa hasil bumi juga turut menjajakan dagangannya.
Adapun barang-barang yang dijual biasanya berupa kopi, tembakau, rempah-rempah.
Transaksi jual beli segera di lakukan di kawasan tersebut lantaran para pedagang khawatir dagangannya segera membusuk.
"Jual beli di Pasar Rejowinangun dulunya dilakukan baik dengan uang maupun barter," tutur Bagus.
Oleh karenanya, kawasan tersebut bisa disebut sebagai pasar dadakan yang ramai karena banyaknya transaksi jual beli dari para penumpang kereta dan masyarakat.
Seiring berkembangnya jaman, moda transportasi umum kereta mulai memiliki pesaing seperti dokar dan mobil.
Hal itu menciptakan situasi jalan yang padat, sehingga pemerintah dan masyarakat merasa membutuhkan tempat permanen dan layak untuk berdagang.
"Maka dipilihlah Pasar Rejowinangun itu, dibangun sedikit-sedikit setiap tahunnya," kata dia.
Lambat laun, eksistensi kereta justru kian surut lantaran sepinya peminat dan jenis transportasi pribadi mulai dikenal masyarakat.
Stasiun Magelang Pasar yang awalnya begitu ramai perlahan menjadi lengang dan tak ada penumpang.
Namun, situasi pasar justru berbeda dan bahkan lebih ramai dibanding stasiun yang menjadi cikal bakal keberadaannya.
Pasar Rejowinangun juga mendapat perhatian khusus dan dibangun besar-besaran oleh pemerintah pada 1964-1965.
Kios-kios dan kantor pasar dibangun di Rejowinangun, sehingga wujud Pasar Rejowinangun menjadi jauh lebih baik.
Lalu pada tahun 1983, Pasar Rejowinangun Magelang dibangun kembali dan menjadi pasar tradisional terbesar di Kota Magelang.
Meski sempat mengalami tragedi kebakaran yang meluluhlantakkan seluruh pasar pada 26 Juni 2008 dengan kerugian ditaksir milyaran rupiah, Pasar Rejowinangun kembali bangkit.
Berdasarkan data Arsip Perpustakaan Kota Magelang, Pasar Rejowinangun dibangun kembali pada 2011 dengan luas lahan mencapai 24.435 m2.
Pasar Rejowinangun bahkan pernah dinobatkan sebagai pasar terbaik se- Indonesia pada Penghargaan Anugerah Pancawara tahun 2017.