bakabar.com, JAKARTA - Gelombang resesi ekonomi global seakan tak terbendung pascapandemi COVID-19. Benua biru yang merupakan salah satu pangsa pasar ekspor produk Tanah Air rupanya tak sanggup menahan beban setelah pertumbuhan ekonomi terkontraksi 0,1 persen pada kuartal I-2023.
Benua yang dikenal dengan biji besi sebagai hasil pertambangan utama itu secara resmi mengumumkan resesi pada awal Juni tahun ini. Masuknya Eropa ke dalam badai resesi memaksa regulator menerapkan penyesuaian, termasuk kebijakan suku bunga tinggi agar perekonomian kembali melaju perlahan sehingga mampu bertahan menuju era sebelum pandemi.
Meski salah satu pangsa pasar ekspor Indonesia berada dalam situasi yang tidak menyenangkan, rupanya ekonomi Indonesia masih mencatatkan capaian yang baik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2023 justru tumbuh 5,03 persen secara tahunan (year on year).
Sementara itu sektor pariwisata menunjukkan sisi optimistis. Wisatawan asal Eropa yang dikenal sebagai wisatawan yang royal saat berbelanja menjadi salah satu target pemerintah agar sektor pariwisata Tanah Air makin menggeliat. Namun dengan embusan resesi yang terjadi, tentu saja pemerintah harus mengambil langkah antisipasi.
Baca Juga: Sektor Pariwisata Meningkat, Jumlah Wisman 946 Ribu Hingga Mei 2023
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyiapkan antisipasi dengan membidik wisatawan dari negara lain, di antaranya India, Australia, dan China.
Indonesia juga berfokus pada promosi pariwisata di negara dengan perekonomian yang baik. Bahkan, India disebut sebagai target terbesar, yang didukung dengan penerbangan langsung dari Indonesia menuju Tanah Hindu.
"Kita fokus pada pasar-pasar yang masih bertumbuh baik seperti India. Oleh karena itu kita fokus pada aksesibilitas melalui konektivitas. Tiongkok secara khusus yang sedang tumbuh berkembang, pasar Australia juga masih sangat menjanjikan," ujar Sandiaga.
Mulai mengepakkan sayap untuk terbang ke titik paling tinggi, konektivitas langsung Indonesia menuju beberapa negara terus diperkuat.
Baca Juga: Pencabutan Status Pendemi Meningkatkan Bisnis Sektor Pariwisata
Terbaru, rute Denpasar, Bali, menuju Port Moresby, Papua Nugini, yang beroperasi pada 2 Juli 2023 diharapkan turut meningkatkan kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata, sehingga turut berdampak pada perekonomian masyarakat dan pendapatan devisa negara.
Meski kabut resesi semakin mendekat, Menparekraf justru meyakini target 8,5 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada 2023 bakal tercapai.
Kemenparekraf mengupayakan calon wisatawan yang terdampak resesi ini justru memanfaatkan momentum ini untuk melakukan aktivitas wisata atau penyegaran jiwa yang dikenal dengan istilah healing.
Sementara itu, bila menilik data kunjungan wisman Eropa pada April 2023, Kemenparekraf justru mencatat tren positif. Dalam daftar lima besar, Inggris menduduki peringkat pertama dengan jumlah kunjungan 29.555, disusul Prancis sebanyak 20.970 kunjungan.
Baca Juga: Siap Kembangkan Pariwisata di IKN, PHRI: Fokus Saja pada Perencanaan
Jerman yang dikenal sebagai negara industri juga tercatat menyumbang 20.496 kunjungan, sedangkan Belanda mencatatkan sebanyak 18.185 kunjungan, dan Rusia sebanyak 11.619 kunjungan.
Untuk total kunjungan dari Eropa kawasan pada April 2023 tercatat sebanyak 155.088 dengan total kunjungan Januari hingga April mencapai 540.327 dengan market share 24 persen.
Sementara itu kunjungan wisman asal Amerika Serikat pada Januari hingga April 2023 mencapai 108,4 ribu.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Nia Niscaya mengatakan, Indonesia rupanya merupakan salah satu negara di kawasan Asia yang paling banyak ditelusuri di internet di pasar AS.
Baca Juga: Hidupkan Sektor Pariwisata, Garuda Indonesia Gelar 'SOTF'
Dengan demikian, Indonesia boleh sedikit berbangga bahwa Bumi Pertiwi telah melekat di dalam benak wisman asal Negeri Paman Sam itu. Namun tak boleh hanyut begitu saja oleh kabar baik itu karena ada tantangan lain, yakni mengupayakan agar masyarakat AS tak hanya berseluncur lewat dunia maya, tapi juga terpancing serta tergugah untuk merealisasikan perjalanan wisata impian ke sejumlah destinasi andalan di Indonesia.
Meskipun capaian kunjungan wisman dari Eropa dan AS pada April dilaporkan cenderung positif, masih terlalu dini untuk menyimpulkan dampak resesi yang terjadi, sebab masih dibutuhkan analisa mendalam serta waktu agar dampak resesi dapat dianalisa dengan komprehensif.
Sementara itu, pengamat pariwisata dari Universitas Andalas (Unand) Padang , Sari Lenggoneni meyakini resesi yang melanda Eropa tidak akan terdampak secara signifikan terhadap Indonesia karena Eropa sebenarnya bukan menjadi pasar utama.
Pasar utama Indonesia memang Malaysia, Singapura, dan Australia. Meski demikian, langkah antisipasi tetap diperlukan, antara lain pemerintah dapat memberikan subsidi silang dengan menyiapkan strategi untuk mengembangkan perhelatan (event) dan meetings, incentives, conventions and exhibitions (MICE).
Baca Juga: Ajang BBTF, Sandiaga: Bangkitnya Pariwisata Berkualitas Berkelanjutan
Pemerintah juga bisa memanfaatkan pengalaman penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, KTT ASEAN, hingga ajang olahraga internasional termasuk ajang balap motor kelas kaisar MotoGP, disusul World Superbike (WSBK), serta F1 Powerboat yang sempat menjajal trek di Danau Toba, danau tekto vulkanik terbesar se-Asia Tenggara yang telah sukses digelar.
Modal keberhasilan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyasar wisatawan bisnis yang mampu berdampak secara nyata terhadap perekonomian nasional.
Selain itu, pada September 2023 ASEAN Summit, dan World Islamic Entrepeneur Summit yang akan digelar di Indonesia diharapkan menjadi rentetan ajang yang menunjukkan kepiawaian Indonesia dalam mengelola kegiatan berkelas dunia sehingga mampu menjadi pasar wisatawan bisnis.