bakabar.com, JAKARTA - Badan Otorita ibu kota Nusantara (IKN) berencana menerbitkan obligasi. Benarkah karena proyek ibu kota negara kekurangan dana?
Agung Wicaksono, Deputi Pendanaan dan Investasi Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) berkata bahwa langkah ini sudah sesuai dengan komitmen pemerintah.
Sebagai bagian dari skema pembiayaan tambahan di luar investasi atau bagian dari potensi sumber pendanaan.
Baca Juga: Bima Arya To The Point ke Jokowi: IKN Katalisator Kalimantan!
Dalam hal ini juga termasuk perihal membatasi penggunaan pembiayaan dari APBN sebanyak 20%.
Sedang 80% sisanya akan diperoleh dari sumber dana non-APBN, termasuk Creative Financing.
"Tapi kalau ditanya kenapa obligasi, 20% (APBN), 80 (Non-APBN) tadi. 80% non-APBN itu termasuk Creative Financing, di mana obligasi bagian dari itu juga. Jadi bukan berarti kekurangan dana. Tapi itu bagian dari potensinya," kata Agung, Jumat (15/12)
Penerbitan obligasi memang sudah mempunyai regulasi yang diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Baca Juga: PUPR Pastikan Lakukan Pemeriksaan Bangunan dan Infrastruktur di IKN
Dalam Pasal 24B disebutkan pembiayaan utang Ibu Kota Nusantara terdiri atas pinjaman Otorita lbu Kota Nusantara, obligasi yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Dan sukuk yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
"Tapi untuk besarnya, mekanismenya dan hal detailnya tentu harus kita rumuskan peraturan-peraturannya belum disusun. Sekarang ini kita lagi fokus menyiapkan Perpresnya revisi dari hasil revisi UU," jelasnya.
Meskipun rencana ini sudah memiliki dasar hukum, Agung menegaskan bahwa rincian besaran, mekanisme, dan peraturan yang lebih terperinci masih dalam proses penyusunan.
Fokus saat ini adalah menyiapkan revisi Perpres hasil revisi UU. Agung menyatakan bahwa penerbitan obligasi tidak akan segera dilakukan karena peraturan turunan yang terkait belum tersedia.
Baca Juga: Bertambah! OIKN Kantongi 323 Surat Pernyataan Minat Investasi di IKN
Dia menyoroti beberapa persyaratan. Seperti penghasilan dari pemerintah daerah, yang harus dipenuhi sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dan bahwa proses ini masih dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari pendapatan non-APBN.
"Untuk punya obligasi, kalau misalkan pemerintah daerah atau obligasi daerah mesti punya revenu dulu punya penghasilan dulu dari si pemerintah daerahnya. Jadi itu masih proses tapi itu bagian dari pendapatan non APBN," tandas dia.