bakabar.com, NEW YORK – Harga minyak merosot tajam pada akhir perdagangan Senin (20/12) atau Selasa (21/12) pagi WIB, karena melonjaknya kasus varian Omicron dari Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat.
Kondisi itu memicu kekhawatiran investor bahwa pembatasan baru untuk memerangi penyebarannya dapat mengurangi permintaan bahan bakar.
Melansir Antara, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari tergelincir dua dolar AS atau 2,7 persen, menjadi menetap di 71,52 dolar AS per barel.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari kehilangan 2,63 dolar AS atau 3,7 persen, menjadi ditutup di 68,23 dolar AS per barel.
Brent sempat jatuh ke terendah sesi di 69,28 dolar AS per barel, sementara WTI merosot ke 66,04 dolar AS per barel, keduanya level terendah sejak awal Desember.
“Ini adalah reaksi spontan terhadap proliferasi virus dan ketakutan bahwa penguncian dapat menyebar dengan cepat,” kata Andrew Lipow dari Lipow Oil Associates di Houston.
Belanda melakukan penguncian pada Minggu (19/12) dan kemungkinan lebih banyak pembatasan Covid-19 diberlakukan menjelang liburan Natal dan Tahun Baru membayangi beberapa negara Eropa.
Pejabat kesehatan AS mendesak warga Amerika pada Minggu (19/12) untuk mendapatkan suntikan penguat COVID-19, memakai masker dan berhati-hati jika mereka bepergian selama liburan musim dingin, dengan varian Omicron mengamuk di seluruh dunia dan akan mengambil alih sebagai jenis yang dominan di Amerika Serikat.
Harga minyak turun meskipun Moderna mengumumkan pada Senin (20/12) bahwa dosis booster vaksin Covid-19 tampaknya melindungi terhadap Omicron dalam pengujian laboratorium.
Sementara itu, kepatuhan OPEC+ terhadap pengurangan produksi minyak mencapai 117 persen pada November, naik satu poin persentase dari bulan sebelumnya, dua sumber dari kelompok tersebut mengatakan kepada Reuters, karena produksi terus tertinggal dari target yang disepakati.
Di Amerika Serikat, perusahaan energi menambahkan rig minyak dan gas alam selama dua minggu berturut-turut.
Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi masa depan, naik tiga riga menjadi 579 dalam seminggu hingga 17 Desember, mewakili angka tertinggi sejak April 2020, perusahaan jasa energi Baker Hughes Co mengatakan dalam laporannya yang diikuti dengan cermat pada Jumat (17/12).