Peristiwa & Hukum

Nasabah BRI Kandangan Korban Soceng, Pengamat: Bank Terlalu Buru-buru Menyimpulkan

Kesimpulan BRI cabang Kandangan terhadap nasabahnya, H Muhammad sebagai korban penipuan online atau soceng dinilai terburu-buru.

Featured-Image
dosen hukum Universitas Achmad Yani, Masrudi Muchtar. Foto- apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN - Kesimpulan BRI cabang Kandangan terhadap nasabahnya, H Muhammad sebagai korban penipuan online atau soceng (social engineering) dinilai terburu-buru.

Penilaian itu dilontarkan dosen hukum Universitas Achmad Yani, Masrudi Muchtar ketika ditanya soal raibnya duit Rp1,5 miliar di rekening BRI H Muhammad akibat soceng, hingga pihak bank tidak bertanggungjawab menggantinya.

Sebab, menurut dosen jebolan magister Universitas Brawijaya ini, kepastian hukum kasus tersebut belum terang. Bahkan penyelidikan di Ditreskrimsus Polda Kalsel masih berjalan.

“Ini kan proses hukum belum selesai. Agak keluar memang ketika bank lepas tanggungjawab begitu saja,” ujar Rudi, begitu ia disapa, Sabtu (16/9).

"Kecuali proses hukum sudah selesai, agak terang siapa yang pelaku yang harus bertanggungjawab. Baru bank bisa mendikler di media," ucap lanjut dia.

Kejadian yang menimpa H Muhammad ini menurutnya memang cenderung mengarah pada kasus perdata. Dimana telah terjadi sengketa antara kreditur dan debitur. 

Maka menurutnya penerapan aturan yang bisa digunakan undang-undang perlindungan konsumen. Nomor 8 Tahun 1999.

"Karena ini kreditur dan debitur maka yang dipakai hukum perdata. Undang-undangnya tentang perlindungan konsumen," ungkap Rudi.

Dalam perosesnya, papar Rudi, jika bank memang benar-benar dapat membuktikan bahwa kejadian itu murni kelalaian nasabah, maka tentu tak bisa dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.

Namun sekali lagi itu harus dibuktikan secara hukum. "Tapi kan ini mungkin belum selesai, belum ada tersangka," tegas Rudi.

Sebaliknya, lanjut dia, bisa juga bank dimintai pertanggungjawabannya apabila dalam peroses penyelidikan ataupun penyidikan muncul bukti bahwa kejadian itu tak lepas dari kelalaian mereka.

"Misal bank ternyata lalai akhirnya data pribadi nasabah bocor. Sehingga disalahgunakan pihak lain," jelasnya.

Kasus kejatan online terhadap perbankan semacam ini bukan pertama kalinya terjadi. Bahkan dari kasus-kasus sebelumnya tak jarang melibatkan oknum internal bank.

"Dalam peroses hukum tadi apabila terbukti bank harus bertanggungjawab," tegasnya.

Baca Juga: Duit Pengusaha Martapura di Rekening BRI Raib Rp1,5 Miliar Terancam Tak Kembali

Baca Juga: Polda Kalsel Selidiki Raibnya Duit Nasabah BRI di Rekening Rp1,5 M

Pakar IT Banua Akhmad Fakhrizal Harudiansyah
Pakar IT Banua, Akhmad Fakhrizal Harudiansyah. Foto-bakabar.com/Rizal Khalqi.

Pernyataan Rudi ini selaras dengan apa yang sebelumnya dikatakan Pengamat IT Kalsel, Akhmad Fakhrizal Harudiansyah.

Dosen di Politeknik Hasnur yang menggeluti bidang data Science, AI serta keamanan siber ini menduga telah terjadi kebocoran data pribadi.

Di sisi lain, tindak kejahatan penipuan online terhadap Muhammad bukan pertama kalinya terjadi. Dia bukan korban satu-satunya. 

Fakhrizal mengenang kejadian pada Juli lalu. Hanya sekitar satu bulan lebih dari kasus yang menimpa Muhammad. 

Duit salah seorang nasabah BRI di Malang, Jawa Timur, raib Rp1,4 miliar. Dugaannya karena mengklik sebuah APK di smartphone-nya.

Mestinya menurut dosen Politeknik Hasnur itu, kejadian tersebut sudah cukup jadi pelajaran berharga bagi BRI untuk membenahi sistem pengamanan. 

Pengamanan berlapis harusnya dilakukan terhadap setiap transaksi nasabah. Terlebih untuk transaksi dalam jumlah besar.

"Anehnya bank ketika ada transaksi dari salah satu nasabahnya yang tidak seperti biasanya, kenapa sistemnya tidak melakukan verifikasi? seperti sidik jari saat akan melakukan transfer dana yang besar," papar dia.

"Jadi bukan hanya pada saat membuka aplikasi bank saja perlu sidik jari ketika nasabah melakukan transaksi besar, verifikasi keamanan juga perlu dilakukan," imbuhnya.

Kemudian lanjut Ichal, begitu ia kerap disapa, jika ada transaksi transfer yang tidak seperti biasanya, maka bank dapat memverifikasi identitas nasabah dengan meminta mereka mengulangi prosedur otentikasi biometrik.

Ia mencontohknya prosedur otentikasi biometrik seperti sidik jari atau wajah dan lainnya yang sukar dilakukan oleh orang lain.

"Sekelas BRI pasti punya data histori transaksi transaksi tiap nasabah, nah data ini bisa diolah pihak bank untuk mempelajari perilaku nasabah dalam bertransaksi," tandasnya.

Sebelumnya, Bank BRI Cabang Kandangan telah melakukan investigasi secara internal terkait raibnya duit H Muhammad Rp1.576.482.000, yang baru diketahui korban pada 3 September 2023 tadi. 

Melalui keterangan resmi Pimpinan Kantor Cabang BRI Kadangan, I Nengah Budi Harsana, kepada bakabar.com Senin (11/9), menyimpulkan peristiwa itu bukan kelalaian pihak bank. Melainkan akibat kelalaian nasabah itu sendiri.

Dengan demikian, kata Budi, Bank BRI tidak bertanggung jawab atas raibnya duit nasabah tersebut. Mereka juga menyatakan bahwa H Muhammad telah menjadi korban tindak kejahatan penipuan secara online.

"BRI telah melakukan investigasi atas pengaduan yang bersangkutan dan BRI sangat menyesalkan kejadian tersebut, yang bersangkutan merupakan korban tindak kejahatan penipuan online atau social engineering," ujar Budi.

Dikarenakan bukan akibat kelalaian pihak BRI maka, mereka tak memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami H Muhammad.

"BRI berempati atas hal tersebut. Namun demikian, bank hanya akan melakukan penggantian kerugian kepada nasabah apabila kelalaian diakibatkan oleh sistem perbankan," jelasnya.

Namun, H Muhammad membantah, jika ia telah jadi korban penipuan online tersebut.

Pengusaha travel di Martapura, Kabupaten Banjar ini menegaskan bahwa ia tidak pernah menginstal atau membuka file aplikasi (apk) tidak dikenal di Hp androidnya.

"Saya tahu banget mas soal apk itu. Jika ada chat WA kontak tidak dikenal mengirim link saya abaikan dan saya hapus," ujarnya kepada wartawan di kediamannya di Sekumpul, Martapura, Minggu (10/9/2023) sore.

Terkurasnya uang Rp1.576.482.000 di rekening H Muhammad pada Minggu 3 September 2023.

Ia baru menyadari uangnya lenyap pada malam hari, setelah gagal melakukan transaksi dan muncul pemberitahuan sudah mencapai batas limit.

Ia kemudian mencek daftar mutasi, ternyata ada transaksi tidak dikenal sebanyak 42 kali antara jam 03.04 hingga jam 08.16 pagi dengan nominal transfer bervariatif, dari Rp5 juta hingga Rp200 juta.

H Muhammad bertanya-tanya, apakah dia jadi korban hacker atau pihak lainnya. Sebab menurutnya, ada tiga kejanggalan dalam kasus ini.

"Kejanggalan pertama tidak ada sama sekali notifikasi baik itu di SMS banking maupun email," ujarnya.

Kejanggalan kedua, nominal transaksi melebihi limit milik H Muhammad Rp500 juta. "Limit saya 500 juta, tapi nominal transaksi tidak dikenal ini tiga kali lipat dari limit," ucapnya.

Kejanggalan ketiga, tambahnya lagi, jika jadi korban hacker biasanya aplikasi mobil banking tidak dapat dijalankan.

"Kata teman, jika kena hack biasanya aplikasi (mobile banking) error tidak dapat digunakan, tapi ini tetap bisa jalan," ucapnya.

Saat ini, kasusnya sedang diselidiki oleh Ditreskrimsus Polda Kalsel. Senin (11/9), H Muhammad dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan.

Baca Juga: Duit Rp1,5 Miliar Raib di BRI, YLKI Kalsel: Jangan Salahkan Nasabah

Baca Juga: Duit Nasabah BRI Rp 1,5 Miliar Raib, Pakar IT Kalsel: Data Pribadi Bocor

Editor


Komentar
Banner
Banner