bakabar.com, JAKARTA – Direktur Perizinan dan Kenelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ukon Ahmad Furkon mengakui jika kualitas ikan hasil tangkap dalam negeri masih belum memadai dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Alasannya, kebijakan penangkapan ikan masih berbasiskan input kontrol. Artinya kontrol hanya mempertimbangkan perizininan untuk pengendalian dalam pengelolaan ikan.
“Jadi setiap nelayan selama memiliki izin, bisa melakukan penangkapan ikan sebanyak-banyaknya,” ujarnya dalam Bincang Bahari KKP secara virtual, Selasa (4/4).
Imbasnya, nelayan akan melakukan penangkapan ikan dalam jumlah besar, tanpa memerhatikan mutu dari hasil tangkapannya. Orientasi penangkapan ikan yang berpatokan pada volume seperti itu tidak akan menjamin mutu dari hasil yang didapatkan.
Baca Juga: Kebutuhan Meningkat, KKP: Pasar Tilapia Tembus USD 13,9 Miliar
Selama ini, KKP mencatat adanya peningkatan mutu ikan hasil tangkap oleh nelayan. Hanya saja, hal tersebut tetap tidak optimal dalam kaitan terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan dalam negeri.
“Perlu diperhatikan mutu ikan yang sudah tidak optimal pada saat ditangkap di atas kapal maupun saat di pelabuhan tidak bisa diperbaiki pada tata nilai selanjutnya,” paparnya.
Untuk itu, pemerintah tengah menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu ikan hasil tangkapan nelayan.
Kebijakan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Peraturan tersebut telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada 6 Maret 2023.
Baca Juga: Inisiatif 30by30 di Indonesia, KKP: Baru Bisa Tercapai pada 2045
Beberapa waktu lalu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut dapat menciptakan keadilan bagi nelayan kecil.
“Memperbaiki tata kelola perikanan nasional yang lebih terukur, adil dan terkendali. Jadi PP tersebut akan mengkluster antara pengusaha dan nelayan kecil,” ujarnya pada Rabu (29/3).